Oleh: Nasaruddin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghayatan terhadap ayat kedua surah al-Fatihah: Alhamdulillahi Rabb al'alamin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) merupakan gambaran kosmologi dalam Alquran. Dalam ayat ini Allah SWT menyatakan diri-Nya sebagai Pencipta, Pemilik, Pengawas, atau pemelihara alam semesta (Rabb al-'alamin).
Kata al'alamin adalah bentuk jamak dari 'alam yang secara literal berarti tanda, hampir sama dengan kata ayat yang juga berarti tanda. Kata 'alam sendiri berasal dari akar kata 'alima-ya'lam berarti mengetahui, seakar kata dengan kata 'ilm (ilmu) dan 'alamat (alamat).
Alam berarti sesuatu yang dengannya kita dapat mengetahui Tuhan (ma yu'lam bihi Allah). Dengan demikian, alam adalah "tanda" keberadaan-Nya. Segala sesuatu yang terdapat dalam alam wujud (al-'alam al-wujud) menjadi alamat akan adanya Allah SWT.
Dalam perspektif tasawuf alam adalah manifestasi (tajalli) Allah SWT. Dalam hadis Qudsi dijelaskan, berawal ketika Allah SWT ingin mengenal diri-Nya lalu memanifestasikan diri-Nya dari al-Hadharat al-Ahadiyyah (the One) ke al-Hadharat al-Wahidiyyah (the Oneness).
Dalam Al-Hadharat al-Ahadiyyah tidak dapat dikenal (unknowable, indiscrible). Keberadaan ini dapat dihubungkan dengan keberadaan Ein Sof dalam Kabbalist, tasawuf agama Yahudi. Melalui proses emanasi dari Ein Sof maka terjelmalah Sefirot.
Ein Sof dan Sefirot merupakan dua hal yang tak terpisahkan, sebagaimana halnya keberadaan Ahadiyyah dan Wahidiyyah. Sefirot adalah esensi dari Ein Sof. Sefirot hanya merupakan efek atau akibat dari keberadaan Ein Sof. Ia bagaikan lampu dengan cahayanya. Cahaya sesungguhnya tidak ada tanpa keberadaan lampu.
Sefirot nanti menjadi 10 manifestasi, namun satu sama lainnya tak terpisahkan dengan Sang Substansi, yaitu Ein Sof. Kesepuluh manivestasi Sefirot ini dapat dihubungkan dengan 99 nama indah Tuhan (al-Asma' al-Husna').