Sabtu 02 May 2015 10:25 WIB

Islam Politik, Kontrol Kolonial pada Kebesaran Islam Nusantara (1)

Rep: C38/ Red: Indah Wulandari
Snouck Hurgronje alias Abdul Gaffar
Foto: RNW
Snouck Hurgronje alias Abdul Gaffar

REPUBLIKA.CO.ID, Pada akhir abad ke-19, sosiolog Belanda Snouck Hurgronje optimis bahwa Islam tidak akan sanggup bersaing dengan pendidikan Barat. Hurgronje pernah menyatakan bahwa dilihat dari sudut diktatis, pesantren tidak banyak berarti. Para santri membuang waktu untuk menelusuri ilmu moral, kadang-kadang mengarah pada intoleransi.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam pada sekitar tahun 1850 oleh Brumund juga dinilai hanya sebagai tempat lahirnya kepercayaan bodoh dan asusila.

Baru 12 tahun kemudian, Hurgronje mengakui bahwa pesantren mampu mendidik murid ke pengertian lebih jelas. Hurgronje tidak memperhitungkan kemampuan Islam untuk mempertahankan diri dan menyerap kekuatan dari luar.

Atas saran dan rekomendasi Horgronje, pemerintah kolonial menciptakan kebijakan Islam Politiek. Aqib Suminto dalam Politik Islam Hindia Belanda menjelaskan, Islam Politiek adalah kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam mengelola masalah-masalah Islam di wilayah jajahannya.

Politik Islam Hindia Belanda meliputi kebijakan netral agama, asosiasi kebudayaan, asosiasi pendidikan, dan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi derap langkah pembaharuan di kalangan umat Islam Indonesia. Asosiasi pendidikan adalah salah satu yang memiliki dampak serius, khususnya bagi umat Islam.

Suatu kebijaksanaan pemerintah kolonial yang oleh umat Islam dirasakan sangat menekan adalah ordonansi guru.

Ordonansi yang muncul pada tahun 1905 ini mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama. Kebijakan ini langsung mendapat protes keras.

Pada tahun 1925, pemerintah Hindia Belanda melonggarkan aturan ordonansi guru tersebut. Kali ini, pemerintah hanya mewajibkan guru agama untuk melaporkan diri kepada pihak berwenang sebelum mereka mengajar.

Kedua cara ini dimaksudkan sebagai alat kontrol untuk mengawasi sepak terjang pengajar agama Islam di negeri ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement