REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Wartawan Republika, Syahruddin El-Fikri
Setiap manusia, pasti senang bila diberi sesuatu. Sunnatullah. Apalagi, bila yang diberikan itu menyangkut harta atau kekayaan. Sebab, dengan harta atau kekayaan tersebut ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk membahagiakan dirinya, pasangannya, anak-anaknya, dan seluruh anggota keluarganya.
Sebisa mungkin, harta dan kekayaannya itu bisa bertahan lama, sepanjang hayat bahkan hingga tujuh turunan. Untuk itu, ia akan mengelola dan memberdayakan harta atau kekayaannya itu dengan sebaik-baiknya agar terus berkembang.
Harta itu pastinya ia investasikan pada berbagai bidang supaya semakin melimpah. Ia tidak ingin harta yang sudah dimiliki itu musnah atau habis dalam waktu singkat.
Ia akan bekerja sepenuh waktu untuk menjaga dan mengembangkannya. Siang, malam, pagi, sore, dini hari, atau kapan saja, semuanya diupayakan selalu berpikir tentang harta dan kekayaan.
Seperti Qarun yang kekayaannya begitu melimpah, sampai-sampai gembok atau kunci pintu tempat menyimpan kekayaannya itu harus diangkat dan dijaga puluhan orang. (QS Al-Qashash : 76). Dengan bangganya ia mengatakan, seluruh harta yang ada padanya merupakan buah dari usahanya, hingga Allah kemudian membinasakannya karena kesombongannya. (QS Al-Qashash: 77-83).
Berkaca dari kisah dan ilustrasi di atas, maka sesungguhnya harta dan kekayaan adalah ujian dari Allah kepada umat manusia. (QS Al-Baqarah [2]: 155, Ali Imran [3]: 14). Apakah dengan harta itu dia makin bersyukur, atau sebaliknya menjadi kufur (QS An-Naml [27]: 40).
Bagi orang yang beriman, harta dan kekayaan yang didapat akan menjadi jembatan untuk semakin dekat kepada Allah. Sebaliknya bagi orang-orang yang ingkar (kufur), harta kekayaan akan semakin menjauhkan mereka dari rahmat Allah.
Seandainya harta yang didapatkannya itu habis, hilang, atau dicuri orang lain, maka mereka akan merasakan kehilangan yang teramat sangat. Sedih berkepanjangan, timbul rasa marah, sesal, dan hal-hal negatif lainnya. Pun demikian yang banyak kita alami. Rasa kehilangan itu muncul karena kita merasa bahwa harta atau jabatan itu adalah milik kita, kepunyaan kita.
Kisah tukang parkir berikut ini, mungkin bisa jadi teladan bagi kita untuk tidak merasa kehilangan atas apa yang telah pergi atau hilang dari diri kita. Baik soal harta kekayaan, jabatan, atau pun anggota keluarga yang telah pergi.
Suatu hari, sejumlah kendaraan terparkir di sebuah pasar tradisional yang lahannya cukup luas. Mulai dari sepeda motor hingga mobil. Dari kendaraan dengan harga puluhan juta hingga miliaran ada disitu.
Seorang tukang parkir, bernama Syafik, terus membunyikan peluitnya untuk mengatur kendaraan yang akan parkir maupun akan meninggalkan pasar. Untuk setiap pengendara yang datang, ia berikan tiket parkir. Ia berikan senyuman indah kepada pengendara maupun pemilik kendaraan.
Sebagai tukang parkir, maka Syafik sangat berhati-hati menjaga kendaraan yang dititipkan padanya saat pemiliknya meninggalkan kendaraan. Ia tidak ingin kendaraan yang terparkir di lokasi yang dijaganya itu mengalami rusak, hilang atau tergores sedikit pun. Sebab, kendaraan itu adalah titipan dari majikan atau si pemilik kendaraan.
Ketika kendaraan pergi, tak lupa Syafik mengambil tiket dari si pengendara. Ia berikan senyuman manis nan indah kepada si pengendara atau pemilik kendaraan yang telah memercayakan kepadanya untuk menjaga titipan atau kendaraan selama mereka berbelanja.
Dari kisah ini, dapatlah kita mengambil pelajaran. Pertama, harta, kekayaan, jabatan, dan anak, adalah amanah (titipan). Sungguh tak layak bila amanah atau titipan itu membuat kita sombong dan angkuh. Kedua, titipan haruslah dirawat dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Jika rusak atau hilang, tentu yang memberikan titipan akan marah.
Ketiga, tak perlu bersedih hati bila amanah atau kekayaan itu pergi. Lihatlah tukang parkir, walau mobil yang masuk ke lokasi parkir bermacam-macam warna serta harganya, ia tidak sombong. Bahkan, ketika kendaraan pergi satu per satu, bahkan sampai habis tak bersisa, tukang parkir tidak merasa kehilangan. Sebab ia sadar, mobil yang datang dan pergi itu hanya sementara (titipan) yang pasti akan kembali atau diambil sama yang punya.
“Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (al-An’am [6]: 32). Wallahu a’lam.