Rabu 28 Sep 2016 09:26 WIB

Oh Pemimpinku, akan ke Mana Negaraku Kau Bawa Pergi?

Warga menonton proses penggusuran menggunakan excavator yang menghancurkan bangunan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9)
Foto:
Para bapak bangsa merumuskan pendirian bangsa dalam Rapat BPUPKI di tahun 1945.

Usai seruput teh pahit, Riwok lanjutkan bicara. Saat pemimpin diusung banyak kepentingan, entah sadarkah dia. Dirinya telah jeratkan diri. Disangka mudah lepas dari betotan pusaran kepentingan Bro.

Kita lupa pesan Rasulullah SAW. Terjemah bebasnya begini: “Pemimpin yang buat susah rakyat, pertanggungjawabannya kelak berat”.

Cewiwis wiiss wiiisss. Pesan Rasulullah SAW yang dikutip Riwok, kempesi niat saya. Belakangan saya mulai lirak lirik ingin jadi politisi. Enak banget jadi politisi. Mau di legislatif atau eksekutif, kemana-mana dibiayai negara. Fasilitas semua serba plus. Bantu rakyat juga dari uang negara. Nama melambung. Duit penuh. Belum lagi dapat... ehem eheeem...

“Tahu beda politisi dan negarawan, Bro?” Tanya Riwok. Saya menggeleng.

“Negarawan berkorban untuk negara. Tapi politisi, negara jadi korban”, jelas Riwok.

Saya mengangguk-angguk. Entah berapa puluh juta orang anggukan hal sama. Seiring anggukan warga yang paham, pertanyaannya: "Apa Indonesia hari ini berjalan di atas kehendak dan kepentingan rakyat?"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement