Selasa 19 Sep 2017 14:34 WIB

Hak Cipta dalam Bahasan Syariah

Musisi yang juga Duta Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 2015, Afgan Syah Reza bernyanyi saat hari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sedunia ke 15 di Kementerian Hukum dan Ham, Jakarta, Kamis (7/5). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto:

Undang-undang yang melindungi hak cipta juga semacam perjanjian antarsesama umat Islam. Satu sama lain tidak boleh melanggar syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian tersebut. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi SAW, "Kaum Muslim terikat atas syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan yang haram." (HR Tirmizi).

Pemilik suatu karya, seperti buku, lagu, video, dan sebagainya mencantumkan syarat bahwa karya mereka tidak boleh dibajak. Maka, umat Islam yang ingin memakai karya tersebut harus mematuhi persyaratan si pemilik. Hadis Rasulullah SAW, "Tidak halal mengambil harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan dirinya." (HR Abu Dawud dan Daruquthni).

Lantas bagaimana dengan pendapat kalangan yang tak mengakui hak paten? Kalangan ini berdalil dengan hadis Rasulullah SAW dari Abdullah bin Amr, "Siapa yang menyembunyikan (menghalangi) ilmu, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak." (HR Ibnu Hibbaan dan Hakim).

Para ulama bersepakat, yang dimaksudkan ilmu dalam konteks hadis tersebut adalah ilmu agama yang disembunyikan para ulama. Al-Khattabi ketika mensyarah Syarhus-Sunnah Al-Baghawi mengatakan, hadis ini berlaku pada ilmu yang harus diajarkan kepada orang lain yang hukumnya fardhu ain.

Seperti halnya seorang yang melihat orang kafir yang ingin masuk Islam dan meminta diajarkan Islam, tata cara shalat, dan sebagainya. Orang Islam yang paham tidak boleh enggan menyampaikan ilmunya. Adapun perlindungan hak cipta dalam urusan duniawi tidaklah termasuk dalam hadis ini.

Ada juga yang berdalil dari imam-imam besar, seperti al-Qurtubi, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar as-Qalani, dan imam-imam yang lain dalam mengarang buku. Mereka tidak pernah mematenkan hasil karya mereka. Padahal, karya tersebut dibuat dengan bersusah payah dan butuh perjuangan sangat melelahkan. Kembali kepada istilah Al-Khattabi, ilmu-ilmu yang ditulis para imam tersebut adalah ilmu agama yang tak patut ditutup-tutupi penyebarannya.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement