REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu, perbudakan masih menjadi fenomena sosial yang mudah dijumpai. Bangsa Arab pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat pun mengenal kelas sosial terbawah ini.
Akan tetapi, Islam mengajarkan keutamaan berbuat baik tanpa memandang status sosial. Bahkan, banyak perintah agama ini yang sangat mengarahkan umatnya agar menghapuskan perbudakan.
Sebagai contoh, Rasulullah SAW menyuruh siapapun Muslim yang memiliki budak agar memperlakukan hamba sahayanya itu dengan baik. Bahkan, beliau menginginkan agar pihak majikan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada budak atau membiarkan budak itu untuk menerima pelajaran keislaman.
Beliau bersabda, "Siapa yang memiliki budak, maka ia harus mengajarinya dan memperlakukannya dengan baik serta mengawinkannya (mengizinkannya menikah). Dengan demikian, ia mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat kelak” (HR Abu Dawud).
Seorang sahabat Nabi, Muadz bin Jabal, melaksanakan perintah tersebut. Mengikuti pesan Rasulullah SAW, ia pun mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada para budaknya.
Ada tiga orang hamba sahaya yang pada waktu mudanya diajari oleh Muadz bin Jabal. Kelak ketika dewasa, mereka menjadi alim ulama yang terkemuka di tengah umat Islam.
Ketiga ulama hasil gemblengan Muadz bin Jabal ialah Mujahid bin Jabar, Atha bin Abu Rabah, dan Thawus bin Kaisan. "Yang mana mereka bertiga berasal dari kalangan budak," kata Syekh Manan Al-Kaththan dalam kitab Tarikh Tasyri.
Mujahid bin Jabar tergolong bangsa Afrika. Saat dewasa, ia sempat hijrah ke Mesir atas permintaan gubernur setempat, Amr bin Ash, dan dengan restu khalifah Umar bin Khattab. Kaum Muslimin begitu menghormati alim berkulit gelap ini. Ia wafat dalam keadaan sujud saat berusia 83 tahun.
View this post on Instagram




