REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dai muda nasional, Habib Husein Ja’far Alhadar menilai kehadiran kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang patut disyukuri dan dimanfaatkan secara positif, termasuk dalam bidang keagamaan. Namun, ia mengingatkan agar generasi muda tidak menjadikan AI sebagai rujukan utama dalam beragama.
"AI bagi saya sebagai tools bukan hanya boleh, tapi memang harus kita manfaatkan itu sebagai bentuk syukur kita atas kemajuan yang ada,” ujar Habib Ja'far kepada Republika.co.id dalam wawancara khusus usai menggelar Tabligh Akbar di ISEF 2025.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Menurutnya, bagi seorang yang beragama, AI sebaiknya digunakan sebagai alat bantu untuk memperkuat pemahaman keagamaan, bukan sebagai sumber kebenaran mutlak.
"Kalau dijadikan rujukan maka kita akan menjadi robot seperti dia, sedangkan kita adalah manusia yang Jalaluddin Rumi sebut sebagai samudera dalam bentuk tetesan," ujarnya.
Habib Ja'far menegaskan, teknologi, termasuk AI, tidak akan pernah bisa merangkum keutuhan manusia secara utuh. Karena itu, agama memiliki peran penting untuk membimbing manusia dalam memanfaatkan kemajuan teknologi agar tidak kontraproduktif.
“Hal-hal yang sifatnya teknologi itu tidak akan bisa merangkum keutuhan kita, karena itu sebaiknya dia dijadikan sebagai tools untuk hal-hal yang positif," katanya.
Terkait tren generasi Z yang menjadikan AI sebagai tempat bertanya soal keagamaan, Habib Husein menilai hal itu boleh saja dilakukan selama proporsional.
“Kalau sebagai informasi nggak ada masalah, tapi kalau sebagai rujukan menjadi bermasalah,” katanya.
Ia mencontohkan, fenomena AI yang kini bahkan dijadikan “psikolog” oleh sebagian pengguna. “Sebagai referensi nggak apa-apa, tapi kalau sebagai rujukan itu masuknya self-diagnosis yang akan membahayakan bagi mentalitas dia,” jelas Habib Ja'far.
Menurutnya, kuncinya adalah memposisikan AI secara proporsional. “Dan kita biasa melewati itu kok, ketika dulu pertama kali ditemukan pisau, ya penggunaannya proporsional dan profesional. Kalau digunakan untuk mencelakakan orang lain buruk, tapi kalau untuk memasak ya itu jadi baik. Tinggal kemudian proporsionalitas saja,” katanya.
Republika akan meluncurkan layanan kecerdasan buatan (AI) berbasis nilai-nilai Islam bernama Aiman dan Aisha. Tools ini dirancang untuk membantu masyarakat dalam memahami ajaran Islam secara mudah, cepat, dan tetap berpegang pada sumber rujukan yang sahih.
Habib Ja'far pun menyampaikan kesannya terhadap Republika yang baginya merupakan media Islam yang moderat dan modern.
“Di core memory saya, Republika itu Islam, moderat, modern, yang menemani masa kecil saya. Karena ayah saya langganan itu,” kenangnya.
Ia berharap Republika tetap mampu beradaptasi di tengah gempuran digitalisasi dan perkembangan AI.
"Saya ingin Republika bisa terus beradaptasi untuk menemani keislaman kita dalam moderasi, dalam kemodernan, dalam kesejukan, dan dalam segala keindahan. Karena ya itu Republika ya Islam yang saya kenal sejak kecil," ujar Habib Ja'far.




