Selasa 28 Oct 2025 14:10 WIB

Perjanjian Nuklir Iran Berakhir, Menuju Tatanan Baru Internasional atau Malah Perang Dunia III?

Iran memutuskan mengakhiri perjanjian nuklir.

 FILE - Mengenakan pakaian pelindung, seorang petugas keamanan Iran, berbicara di bagian Fasilitas Konversi Uranim, sebelum kedatangan Presiden Iran saat itu, Mohammad Khatami, di luar kota Isfahan, Iran, 30 Maret 2005. Sementara dunia perhatian telah difokuskan pada Ukraina, pemerintahan Biden juga telah berpacu dengan kekuatan global lainnya untuk memulihkan kesepakatan nuklir internasional 2015 dengan Iran. Pada Februari 2022, setelah berbulan-bulan negosiasi di Wina, berbagai pihak telah mengindikasikan kesepakatan baru sudah dekat, mungkin dalam beberapa hari mendatang.
Foto: AP/Vahid Salemi, File
FILE - Mengenakan pakaian pelindung, seorang petugas keamanan Iran, berbicara di bagian Fasilitas Konversi Uranim, sebelum kedatangan Presiden Iran saat itu, Mohammad Khatami, di luar kota Isfahan, Iran, 30 Maret 2005. Sementara dunia perhatian telah difokuskan pada Ukraina, pemerintahan Biden juga telah berpacu dengan kekuatan global lainnya untuk memulihkan kesepakatan nuklir internasional 2015 dengan Iran. Pada Februari 2022, setelah berbulan-bulan negosiasi di Wina, berbagai pihak telah mengindikasikan kesepakatan baru sudah dekat, mungkin dalam beberapa hari mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Di tengah perubahan yang terjadi setelah berakhirnya perjanjian nuklir Iran, aliansi antara Iran, Rusia, dan Tiongkok dalam menegaskan berakhirnya Resolusi PBB 2231 menjadi tantangan bagi upaya Barat untuk menghidupkan kembali “mekanisme pemicu”.

Tak sebatas itu, bahkan dianggap oleh para pengamat di Teheran sebagai indikasi perubahan geopolitik dalam pertanda munculnya tatanan dunia baru.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Dalam perkembangan yang sangat signifikan, Tehran, Moskow, dan Beijing mengeluarkan dua surat terpisah.

Surat pertama ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB dan yang kedua kepada Rafael Grossi, Direktur Badan Energi Atom Internasional.

Kedua surat tersebut pada dasarnya berisi tentang penolakan mengakui keabsahan sanksi Barat terhadap Iran dan mempertahankan masalah nuklir Iran dalam agenda badan tersebut.

Posisi Timur yang didukung oleh 120 negara dalam Gerakan Non-Blok ini bukan sekadar perselisihan diplomatik yang bersifat sementara, melainkan menandakan perubahan geopolitik lebih mendalam yang dapat mengubah peta aliansi dan pengaruh di kancah internasional.

Menurut para pengamat, ini merupakan indikasi terbentuknya gerakan yang menantang dominasi sistem internasional saat ini dan mempertanyakan kredibilitasnya.

Erosi dominasi

Berdasarkan koordinasi antara Teheran, Moskow, dan Beijing, Ketua Parlemen Iran Mohammad Bagher Ghalibaf berpendapat bahwa negaranya memiliki unsur-unsur diperlukan untuk menjadi pusat kerja sama regional dan internasional.

Hal tersebut dengan mempertimbangkan bahwa arah ini merupakan landasan untuk menghadapi struktur-struktur monolitik yang mendominasi tatanan dunia.

Dalam pidatonya pada forum “Pertemuan Regional Diplomasi Lokal” pada Rabu lalu di kota Mashhad, Iran timur laut, Qalibaf menganggap kegagalan Washington dan sekutu-sekutu Eropa-nya dalam mengaktifkan apa yang dikenal sebagai “mekanisme pemicu”.

Selain itu juga ketidakmampuan mereka mengatasi penolakan resmi dari dua anggota tetap Dewan Keamanan merupakan pengumuman praktis tentang “kelahiran dunia baru”.

 

photo
Evaporator 242-A, yang menghilangkan cairan dari limbah nuklir, ditampilkan di Reservasi Nuklir Hanford, Kamis, 2 Juni 2022, selama tur fasilitas di Richland, Wash. oleh Gubernur Washington Jay Inslee. Inslee, yang baru-baru ini mengkritik lambatnya pembersihan limbah di fasilitas itu, mengulangi pesannya pada Kamis bahwa lebih banyak uang federal diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. - (AP Photo/Ted S. Warren)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement