REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — KH Mahbub Ma’afi, Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, menekankan hutan dalam fikih dipandang sebagai harta mubah yang wajib dijaga. Ia juga menyoroti fatwa NU tentang perdagangan karbon sebagai kontribusi nyata dalam mengatasi krisis iklim.
Dr. H. Abdul Jamil Wahab, salah satu penulis panduan, menegaskan perlunya ekoteologi Islam yang terintegrasi ke dalam kebijakan publik, kurikulum pesantren, dan layanan keagamaan. Menurut dia, panduan ini merupakan upaya meneguhkan rumah ibadah sebagai pusat edukasi ekologis, kata Abdul Jamil dalam peluncuran dan lokakarya Panduan Ajaran Agama serta Buku Rumah Ibadah, yang digelar secara hybrid di Kantor Yayasan Econusa, Jakarta, dan melalui Zoom belum lama ini.
Kegiatan ini menghadirkan 69 tokoh agama yang berasal dari Organisasi NU, terdiri dari 30 peserta luring dan 39 peserta daring, untuk memperkuat peran rumah ibadah dalam perlindungan hutan tropis serta pengakuan hak masyarakat adat.
Dalam sambutannya, M. Ali Yusuf, Advisory Council IRI Indonesia yang mewakili Organisasi NU menekankan bahwa IRI merupakan gerakan lintas agama yang lahir sejak 2017 untuk merespons krisis hutan tropis. “Hutan tropis tidak hanya paru-paru dunia, tetapi juga sumber kehidupan sosial dan budaya. Peran tokoh agama sangat penting dalam membangun kesadaran dan aksi kolektif untuk menjaganya,” ujar dia lewat keterangan tertulis, Selasa (30/9/2025).
Ali membuka kegiatan ini dengan melakukan serah terima simbolik dua buku panduan IRI dan dua buku khotbah yang ditulis oleh tokoh agama Islam yang mewakili NU melalui kerja sama dan difasilitasi IRI Indonesia.