Jumat 05 Sep 2025 06:51 WIB

Shalahuddin al-Ayyubi, Peran Dalam Merintis Maulid Nabi

Saladin berupaya mengikis pengaruh Fathimiyah di Mesir.

ILUSTRASI Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Sultan Shalahuddin al-Ayyubi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (1137–1193) atau Saladin menguasai Mesir sejak tahun 1174. Pemimpin yang berhaluan Sunni itu berupaya mengikis pengaruh Wangsa Fathimiyah, dinasti Syiah yang sebelumnya kokoh di Negeri Delta Sungai Nil itu.

Menurut Prof Ali Muhammad ash-Shallabi dalam biografi tentang tokoh tersebut, sang sultan berupaya membersihkan Mesir dari sisa-sisa pengaruh Syiah Ismailiyah-Rafidhah. Raja yang disebut sebagai Saladin oleh orang-orang Eropa itu pun becermin dari kejadian di Tunisia.

Baca Juga

Negeri di pucuk Afrika utara itu pernah dikuasai Dinasti Fathimiyah, tetapi akhirnya pergolakan terjadi. Kaum Muslim Sunni berhasil mengambil alih pemerintahan. Untuk meneguhkan kekuasaan politik, mereka lalu memberantas kaum Syiah Ismailiyah-Rafidhah setempat hingga ke akar-akarnya. Saladin tidak mau “pembersihan” yang serupa itu terjadi di Mesir.

Memang, menghapus pengaruh Fathimiyah di sana bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Lebih dari 250 tahun lamanya wangsa Syiah Ismailiyah-Rafidhah bercokol dalam tatanan politik dan budaya setempat.

Karena itu, Saladin memilih cara-cara kultural. Sebagai contoh, Universitas al-Azhar yang dibangun Fathimiyah di Kairo tidak dirubuhkannya. Namun, fungsinya diubah yakni tidak lagi sebagai lokus kaderisasi dai-dai Syiah, melainkan pusat diseminasi pemikiran dan keilmuan Islam Sunni.

Demikian pula dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, suatu perayaan rutin tahunan yang digagas Fathimiyah.

Saladin tetap mempertahankan peringatan Maulid Nabi SAW. Hal itu dengan catatan, dirinya membersihkan perayaan-perayaan lain yang tidak sesuai dengan akidah ahlus sunnah wal jama'ah (aswaja).

Maka dari itu, sang sultan Ayyubiyah memilih metode perubahan kultural, bukan “pembabatan total.” Walaupun berdurasi cukup lama, dampaknya mengakar kuat di tengah masyarakat luas.

Dipertahankannya Maulid Nabi SAW pun terkait dengan konteks situasi masa itu. Umumnya umat Islam sedang dilanda kelemahan dan kelelahan akibat perang yang berlangsung terus menerus melawan Salibis. Dengan adanya perayaan tersebut, Saladin menggalang perhatian Muslimin untuk mengingat kembali jejak-jejak sejarah kehidupan Rasulullah SAW. Alhasil, mereka dapat semakin menguatkan rasa cinta kepada sang khatamul anbiya, khususnya ketika sedang menghadapi musuh Islam.

Demikianlah asal-usul peringatan Maulid Nabi dalam sejarah sejak ribuan tahun lalu. Perayaan tersebut semula diinisiasi kalangan Syiah, yakni Dinasti Fathimiyah. Namun, tradisi itu kemudian diadaptasi ke dalam kultur aswaja, yakni melalui kebijakan Sultan Shalahuddin dan Muzhaffar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement