REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) RI, Prof Nasaruddin Umar menegaskan bahwa profesi guru bukan sekadar pekerjaan mengajar, tetapi sebuah panggilan suci untuk menyalakan lentera hati murid-muridnya. Menurutnya, guru adalah “obor” yang mengusir kegelapan, bukan hanya pengalih ilmu pengetahuan.
“Guru itu berasal dari bahasa Sanskerta, Gu artinya kegelapan, Ru artinya obor. Jadi guru ialah obor untuk mengusir kegelapan. Jadi kalau tidak berhasil menyalahkan lentera hati muridnya maka itu bukan seorang guru yang baik,” ujar Nasaruddin dalam sambutannya pada acara Pembukaan Pelajarn PPG Batch-3 Tahun 2025 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Ia menjelaskan, guru profesional harus menguasai empat kompetensi inti, yaitu learning how to learn (belajar bagaimana belajar), learning how to teach (belajar bagaimana mengajar), teaching how to learn (mengajar bagaimana belajar), dan teaching how to teach (mengajar bagaimana mengajar).
Namun, lanjut Nasaruddin, ukuran kehebatan guru bukan sekadar piawai mengajar, melainkan kemampuannya “membelajarkan” murid.
“Kalau mengajar, guru yang aktif, murid pasif. Tapi kalau membelajarkan, murid yang aktif, gurunya jadi fasilitator. Itu yang disebut active learning,” jelasnya.
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini juga menekankan perbedaan antara pengajar, pendidik, mursyid, hingga syekh. Pengajar hanya mentransfer ilmu, pendidik membentuk sikap dan keterampilan, mursyid menanamkan kesadaran spiritual, sementara syekh mampu mengajar secara transenden melalui ikatan batin dengan murid.
“Guru sejati itu bukan hanya mengajar dengan rasio, tetapi juga dengan rasa. Seorang pendidik harus konsisten, bukan hanya di kelas tetapi juga di luar kelas. Jangan sampai tampil agamis di depan murid, tapi berbeda di ruang publik,” ucapnya.
Lebih jauh, Nasaruddin menyebut guru sebagai profesi paling mulia karena amal jariahnya terus mengalir.
“Orang kaya membangun masjid, tetapi guru membangun sajid atau orang-orang yang sujud di masjid. Mana yang lebih mulia? Guru membangun manusia,” ungkapnya.
Ia pun berpesan agar para guru di Indonesia, khususnya guru agama tidak minder dengan profesinya. “Bangga lah menjadi guru. Jangan ikut-ikutan pedagang yang tujuannya mencari uang. Guru itu bukan mencari uang, tapi mencari keuntungan sejati: memintarkan orang bodoh dan membangun generasi berilmu,” katanya.