Rabu 27 Aug 2025 16:49 WIB

ICMI Singgung Kematangan Demokrasi dan Peran Desa untuk Indonesia Emas 2045

Demokrasi dan kesejahteraan terlebih dahulu mesti diwujudkan oleh negara.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria.
Foto: tangkapan layar
Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati 80 tahun kemerdekaan, sejumlah pihak menyoroti kesiapan negeri ini dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Dalam acara Muzakarah Ulama dan Cendekiawan di Masjid Istiqlal, Jakarta, hari ini, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyoroti soal perjalanan demokrasi di Tanah Air.

Menurut Ketua Umum ICMI Prof Arif Satria,perjalanan demokrasi bangsa dapat ditinjau sejak runtuhnya Orde Baru. Berdasarkan studi, lanjut dia, kematangan demokrasi RI diperkirakan akan tercapai pada 2034.

Baca Juga

Namun, masih ada dua tantangan utama, yakni korupsi di tingkat pusat dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, ia mengajak publik agar jangan lupakan peran strategis desa sebagai kunci stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi.

“Ini (demokrasi dan kesejahteraan) dua kata kunci yang saat ini memang harus kita wujudkan, apakah proses demokrasi yang saat ini lakukan sejak 1999 sudah mencapai kematangan,” ujar Rektor IPB University itu di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Menurut Arif, untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dibutuhkan pertumbuhan ekonomi 6 hingga 7 persen. Ini pun harus berjalan dalam sistem politik yang kondusif.

Ia menambahkan, pelbagai studi menunjukkan, kematangan demokrasi umumnya tercapai setelah lima sampai enam kali pemilihan umum (pemilu). Artinya, perlu waktu sekitar 30 tahun.

Arif memaparkan perbandingan dengan sejumlah negara. Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) disebutnya berhasil menggabungkan demokrasi matang dengan kesejahteraan tinggi.

Adapun China dan Singapura mencapai kesejahteraan tinggi meski dengan demokrasi rendah. Sementara itu, India dan Filipina tergolong negara dengan demokrasi tinggi, tetapi dengan kesejahteraan rendah.

Ia menyinggung sejarah pembangunan Asia pasca-Perang Dunia II melalui intervensi Amerika.

“Kalau ingin suasananya demokratis maka yang harus dihancurkan adalah feodalisme,” jelasnya, seraya menekankan bahwa reforma agraria menjadi pintu masuk demokratisasi.

Peran desa

Prof Arif menekankan pentingnya desa sebagai basis demokrasi dan kesejahteraan. Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk belajar dari pengalaman Korea Selatan, yang sudah menerapkan program Saemaul Undong.

“Itulah gambaran peran desa dalam proses demokratisasi dan proses kesejahteraan karena intervensi di desa tidak ada yang pernah salah,” katanya.

ICMI, lanjut Arif, kini fokus pada program Desa Cendekia. Ini juga menjadi pertanda, organisasi tersebut berfokus tak sebatas pada wacana keilmuan, tetapi juga berupaya mengatasi persoalan riil di akar rumput.

“Kembalinya ICMI kepada akar rumput, memberikan impact kepada masyarakat desa semoga bisa menjadi semangat kita untuk membangun kesejahteraan yang lebih baik lagi,” ujarnya.

Di sisi lain, Arif menegaskan bahwa demokratisasi di level tengah dan atas masih menghadapi tantangan serius, terutama praktik politik uang dan korupsi. “Korupsi yang berjamaah semakin lama semakin banyak, tapi jangan-jangan karena sistem politik kita yang membuat para politisi yang baik-baik terperangkap dalam sebuah sistem yang membuat mereka harus korupsi,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement