REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jenderal Kemenag terus mematangkan Early Warning System (EWS) atau Sistem Deteksi Dini Konflik Keagamaan, guna mencegah konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia.
"Kita ingin membangun ekosistem EWS. Sesuai arahan Bapak Sekjen, yang terpenting dari EWS ini adalah membangun ekosistemnya. Alhamdulillah, PKUB mencoba mengorkestrasi tugas ini secara sinergis dan kolaboratif lintas stakeholders," ujar Kepala PKUB Kemenag M. Adib Abdushomad di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, penguatan ekosistem EWS sesuai amanat Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 924 tahun 2023 tentang Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan Tingkat Pusat dan KMA Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.
Doktor jebolan Flinders University Australia itu menjelaskan bahwa selama ini unsur-unsur EWS telah tersebar di berbagai unit kerja Kemenag, seperti Ditjen Bimas Islam dan Balitbang Diklat (sekarang BMBPSDM).
"PKUB kini berusaha mengonsolidasikan seluruh potensi tersebut menjadi satu sistem deteksi dini yang komprehensif dan terintegrasi. Kita ingin EWS menjadi satu kesatuan atas nama Kementerian Agama," katanya.
Ia optimistis apabila EWS sudah terbangun, maka berbagai konflik yang selama ini muncul bisa dimitigasi. Sehingga tidak ada lagi persekusi atau kerusuhan yang mencederai bangunan kerukunan yang telah lama dibina.
Selain melalui teknologi, PKUB juga menempuh strategi sosial dan budaya untuk memperkuat kerukunan, seperti pendekatan melalui ruang-ruang perjumpaan dan dialog antartokoh lintas iman.
Adib mencontohkan pentingnya komunikasi dalam mencegah salah paham yang dapat memicu konflik.
Ia merujuk pada kasus terbaru di Depok Jawa Barat, dan Padang Sumatra Barat, terkait rumah doa yang disalahpahami sebagai rumah ibadah formal lantaran minimnya komunikasi antara pemilik dan masyarakat.
"Padahal niat pendeta membangun rumah doa itu baik, yaitu untuk mendekatkan umatnya kepada ajaran agama. Tapi karena tidak ada informasi kepada RT/RW dan masyarakat, lalu terjadi kesalahpahaman," katanya.
Ia menekankan bahwa kasus-kasus semacam itu harus dicegah dengan memperkuat komunikasi dan membangun saluran informasi yang terbuka.
Miskomunikasi tersebut akan terus diperbaiki agar masyarakat bisa saling mengenal dan menyapa di ruang-ruang perjumpaan.