Kamis 31 Jul 2025 19:55 WIB

Kebiasaan Yes Man dalam Berorganisasi, Guru Besar UIN Ciputat: Harmoni Semu, Kita Butuh Kritis

Guru Besar UIN Ciputat dorong ormas Islam kuasai narasi, simbol, dan komunitas.

Gun Gun Heryanto
Foto: Republika/ Wihdan
Gun Gun Heryanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto memaparkan tiga strategi utama yang perlu diadopsi organisasi masyarakat (ormas) Islam dalam menghadapi dinamika geopolitik dan perubahan struktur kekuasaan global.

"Strategi tersebut mencakup penguasaan narasi, pengelolaan simbolik, dan tata kelola komunitas," ujar Gun Gun dalam Dialog Ormas Islam dan Organisasi Kepemudaan Islam Tingkat Nasional di Kemenag, Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Gun Gun menekankan pertarungan politik hari ini tidak lagi bersifat fisik atau struktural semata, melainkan terjadi dalam bentuk kontestasi narasi dan kesadaran kolektif.

Menurutnya, penguasaan narasi menjadi kunci utama dalam membentuk opini publik dan arah kebijakan negara. Pada era digital, lanjutnya, siapa yang menguasai narasi, dialah yang menguasai realitas sosial. Ormas Islam, kata dia, harus tampil sebagai produsen narasi, bukan sekadar konsumen.

Faktor kedua adalah simbolik pemaknaan atau shared group consciousness. Gun Gun menjelaskan simbol-simbol publik, baik tokoh, istilah, maupun ritual, memiliki kekuatan besar dalam menciptakan kesadaran bersama.

"Siapa yang menjadi fantasier dalam imajinasi publik, akan memengaruhi arah berpikir komunitas," katanya.

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute itu melanjutkan strategi ketiga adalah CPF ( Community and Privacy Management). Dalam konteks itu, lanjutnya, ormas perlu mampu membina komunitas secara berkelanjutan dan mengelola ruang privasi agar tetap relevan, adaptif, dan tak mudah terpecah.

Gun Gun juga mengingatkan pentingnya shared understanding antarormas. "Kalau masing-masing hanya bicara pada diri sendiri dan terus membawa ego sektoral, mustahil kita bisa membangun kekuatan kolektif umat," katanya.

Ia mengungkapkan lemahnya suara dari kelompok marginal dan non-dominan yang seharusnya bisa diperjuangkan oleh ormas Islam. "Jika suara alternatif itu lemah, maka yang dominan adalah suara pragmatis dan kekuasaan. Ini berbahaya bagi demokrasi," ucapnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement