Selasa 29 Jul 2025 18:33 WIB

Mengapa Negara-negara Eropa Kian Dukung Palestina? Ini Pandangan Muhammadiyah

Yang terbaru, Prancis dan Inggris akan akui kedaulatan Negara Palestina.

Rep: Muhyiddin/ Red: Hasanul Rizqa
Ketua PP Muhammadiyah, Prof Syafiq Mughni.
Foto: dok muhammadiyah
Ketua PP Muhammadiyah, Prof Syafiq Mughni.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Gelombang pengakuan negara-negara Eropa terhadap kedaulatan Negara Palestina menunjukkan adanya perubahan kesadaran moral di kalangan pemimpin dunia. Hal itu disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hubungan dan Kerja Sama Internasional, Prof Syafiq A Mughni.

Menurut dia, semakin banyaknya negara yang mengakui Palestina bukanlah tanpa sebab. Prof Syafiq mengatakan, tindakan brutal yang terus menerus dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina sudah jauh melampaui batas kemanusiaan.

Baca Juga

"Mereka melihat bahwa perlakuan atau aksi Israel ini sudah di luar menalar, tidak lagi punya kemanusiaan. Mereka (Israel) telah menjadi lebih buta dan, karena itu, para negarawan semakin banyak yang pro-mendukung terhadap Palestina," ujar Prof Syafiq saat ditemui Republika di sela-sela acara "Konferensi Internasional tentang Persaudaraan Manusia" yang digelar di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Jawa Barat, Selasa (29/7/2025).

Ia juga menyoroti, perubahan sikap sejumlah pemimpin dunia terhadap isu Palestina tak lepas dari tekanan kuat masyarakat sipil, baik di dalam negeri masing-masing maupun komunitas internasional pada umumnya. Dukungan yang masif terhadap Palestina kini semakin meluas dan tak bisa diabaikan oleh para politisi.

"Politisi itu selalu melihat kecenderungan publik. Mereka ingin tetap populer dan dianggap mewakili suara rakyat. Maka, mereka sedikit demi sedikit memberikan dukungan terhadap Palestina. Mudah-mudahan tren ini akan terus berlanjut," kata Prof Syafiq memaparkan.

Terkait peran kalangan akademisi dalam situasi konflik Israel-Palestina, Prof Syafiq menekankan pentingnya suara intelektual. Mereka memiliki peran dalam mengusung nilai-nilai perdamaian dan keadilan.

"Penyelesaian konflik ini harus ditangani oleh kekuatan multilateral. Namun, akademisi punya peran penting dalam membaca persoalan ini secara jernih dan mempromosikan perdamaian, keadilan, serta nilai-nilai kemanusiaan," kata dia.

Prof Syafiq pun mengingatkan, tugas moral melekat secara organik dalam diri setiap intelektual. Karena itu, mereka tak boleh diam kala menyaksikan berbagai bentuk kerusakan moral, seperti ketidakadilan, keserakahan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Itu tugas yang secara organik ada pada setiap akademisi, pada semua intelektual yang harus memiliki komitmen moral dan melawan berbagai fenomena kerusakan moral, misalnya ketidakadilan, keserakahan, pengerusakan, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan," jelas Prof Syafiq.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement