Ahad 27 Jul 2025 14:57 WIB

Muhammadiyah Desak RUU KUHAP Ditinjau Ulang

RUU KUHAP dinilai mengabaikan prinsip-prinsip HAM dan keadilan.

Ilustrasi keadilan hukum.
Foto: www.freepik.com
Ilustrasi keadilan hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melontarkan kritik tajam terhadap Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Lembaga ini menilai, sejumlah pasal dalam draf RUU tersebut berpotensi mengabaikan prinsip-prinsip dasar keadilan, perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan partisipasi publik yang substansial.

Dalam pernyataan resminya, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap proses penyusunan RUU KUHAP yang dianggap tidak transparan dan terkesan buru-buru. Misalnya, pembahasan sebanyak 1.676 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) hanya dilakukan dalam dua hari (9–10 Juli 2025). Ini menunjukkan lemahnya keterlibatan publik.

Baca Juga

"Munculnya draf RUU KUHAP pada awal Februari 2025 tanpa kejelasan asal-usul, serta pengakuan akademisi yang merasa hanya dijadikan 'pajangan', semakin memperkuat dugaan adanya proses yang tidak transparan dan akuntabel. Ini dikhawatirkan akan menghasilkan produk hukum yang cacat legitimasi," tegas pernyataan tertulis yang ditandatangani Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Dr Trisno Raharjo dan Sekretaris M Alfian itu, diterima Republika, Sabtu (26/7/2025).

Majelis Muhammadiyah ini menyoroti sejumlah pasal yang dinilai berbahaya. Di antaranya, Pasal 90 yang membuka peluang penangkapan hingga tujuh hari—melebihi standar internasional 48 jam. Kemudian, penghapusan ketentuan pembatalan status tersangka akibat kekerasan.

Selain itu, alasan penahanan yang dianggap terlalu luas dan subjektif serta penghapusan izin pengadilan untuk penahanan. Ini juga dinilai mengancam prinsip due process of law.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement