REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Aceh Barat memberikan pelatihan memproduksi konten digital kepada 65 orang penyuluh agama di aula kantor Kemenag Aceh Barat di Meulaboh.
“Pelatihan ini sebagai upaya meningkatkan sosialisasi dakwah melalui media sosial oleh penyuluh agama,” kata Kepala Seksi Bimas kemenag Aceh Barat Tharmizi di Meulaboh, Rabu.
Ia mengatakan pelatihan bertujuan meningkatkan kemampuan penyuluh dalam memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah yang efektif dan sesuai perkembangan zaman.
Dengan pelatihan yang didapatkan, kata dia, penyuluh agama dapat memproduksi konten digital yang menarik, edukatif, dan sesuai dengan nilai-nilai keagamaan.
Pranata Humas Ahli Pertama STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Rahmat selaku pemateri mengatakan etika dalam bermedia sosial menjadi aspek penting yang sering kali diabaikan demi mengejar popularitas dan viralitas.
Menurutnya, membuat konten bukan sekadar soal visual dan pesan, tapi juga soal tanggung jawab.
“Kita bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk opini publik. Di sinilah peran etika sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Berdasarkan data DataReportal tahun 2024, lanjut dia, jumlah pengguna media sosial di Indonesia sangat besar. Seperti YouTube yang memiliki 139 juta pengguna, TikTok 126,8 juta pengguna, Facebook 117,6 juta pengguna, Instagram 100,9 juta pengguna, WhatsApp 86,87 juta pengguna, LinkedIn 26 juta pengguna, dan X (Twitter) 24,69 juta pengguna.
Dengan dominasi platform ini, kata dia, penyuluh agama sebagai figur publik di masyarakat memiliki peran strategis dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang edukatif, inklusif, dan bebas dari ujaran kebencian maupun disinformasi.
Rahmat juga menyinggung pentingnya literasi digital, mengingat masih banyak pengguna internet yang menjadi korban sekaligus penyebar berita hoaks.
Ia mengutip data dari Verywell Mind yang menyebutkan bahwa kelompok rentan terhadap hoaks mencakup lansia, pengguna internet baru, kelompok dengan ideologi tertentu, remaja, hingga masyarakat yang memiliki literasi digital rendah.
Menurut analis data Kominfo pada tahun 2018, kata dia, penyebar hoaks bukan usia anak muda, melainkan pengguna usia 45 tahun ke atas yang hanya asal membagikan kembali konten yang disampaikan tanpa harus membaca terlebih dahulu.
Oleh karena itu, menurut Rahmat, penyuluh agama harus menjadi pelopor dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat dan etis.
“Etika dalam membuat konten bukan hanya penting, tapi wajib. Apalagi kita membawa misi dakwah yang tentu tidak hanya menyasar dunia nyata, tetapi juga dunia digital,” ucap Rahmat.