REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mendesak Dewan Keamanan PBB mengakui Tel Aviv dan Washington sebagai inisiator yang memulai tindakan agresi. Iran juga menuntut agar mereka memberikan kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan selama serangan terhadap Iran.
Pernyataan tersebut disampaikan Araghchi dalam surat resmi kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Rusia Ria Novosti pada Senin.
“Kami secara resmi meminta agar Dewan Keamanan untuk mengakui rezim Israel dan Amerika Serikat sebagai inisiator tindakan agresi dan mengakui tanggung jawab mereka, termasuk pembayaran kompensasi dan reparasi,” demikian isi surat tersebut yang dikutip dari saluran resmi Telegram milik sang menteri.
Araghchi juga menyerukan agar Dewan Keamanan PBB meminta mereka bertanggung jawab atas agresi tersebut dan mencegah terulangnya kejahatan serupa.
Israel melancarkan operasi terhadap Iran pada malam 13 Juni, dengan menuduhnya menjalankan program nuklir militer rahasia. Target dari pemboman udara dan serangan oleh kelompok sabotase mencakup fasilitas nuklir, jenderal militer, fisikawan nuklir terkemuka, dan pangkalan udara.
Iran menolak tuduhan tersebut dan menanggapinya dengan serangan militer. Kedua pihak saling melancarkan serangan selama 12 hari dengan Amerika Serikat ikut serta dalam konflik ini dengan melancarkan satu kali serangan terhadap fasilitas nuklir Iran pada malam 22 Juni.
Teheran kemudian menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Al Udeid, Qatar, pada malam 23 Juni dengan menyatakan bahwa Iran tidak berniat untuk melakukan eskalasi lebih lanjut.
Presiden AS Donald Trump kemudian menyatakan harapannya bahwa serangan terhadap pangkalan militer AS tersebut telah menjadi “pelampiasan” dan jalan menuju perdamaian dan harmoni di Timur Tengah kini menjadi memungkinkan.
Ia juga mengatakan bahwa Israel dan Iran telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata, yang secara resmi akan mengakhiri perang 12 hari setelah 24 jam.