REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Warga Palestina di Jalur Gaza kembali menjadi korban kekerasan saat mengantre bantuan kemanusiaan. Sedikitnya enam orang dilaporkan syahid dan 99 lainnya terluka ketika mereka hendak mengambil bantuan dari pusat distribusi Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Israel dan Amerika Serikat (AS) di kawasan Tal al-Sultan, Rafah, Senin (9/6/2025).
Menurut kesaksian warga, tembakan tidak hanya berasal dari pasukan Israel, tetapi juga dari kelompok bersenjata yang diduga merupakan warga Palestina sendiri. Namun, sejumlah saksi menyebut kelompok tersebut beroperasi bersama atau di dekat pasukan Israel dan diduga bersekutu dengan mereka.
"Awalnya kami pikir mereka hanya pemuda Palestina yang membantu proses distribusi. Tapi tiba-tiba, mereka menembaki kami," ujar Hisham Saeed Salem kepada BBC Arabic dikutip dari laporan Saudigazette, Selasa (10/6/2025).
Hisham menyebut para pelaku mengenakan pakaian sipil dan menutup wajah mereka rapat-rapat. Seorang warga lainnya, Mohammed Sakout, menyebut beberapa orang tewas tertembak tepat di belakangnya.
"Beberapa pemuda ditembak dan tewas tepat di belakang saya. Saya nyaris lolos dari kematian - beberapa peluru hanya beberapa inci dari kepala saya," ucap dia.
Sementara itu, korban luka berat yang dirawat di Rumah Sakit Nasser, Mohammed Kabaga, mengatakan kelompok bersenjata bertopeng yang awalnya mengatur antrean tiba-tiba mulai menembaki warga.
"Kami mengantre dan tiba-tiba mereka mulai menembaki kami. Saat saya berdiri, saya terkejut ketika sebuah peluru mengenai saya, saya pusing dan jatuh," kata dia.
Militer Israel menyatakan tengah menyelidiki insiden tersebut. Namun dalam pernyataannya, GHF mengklaim bahwa pusat distribusi bantuan mereka di Tal al-Sultan pada hari itu sedang tidak beroperasi.
"Distribusi bantuan hanya dilakukan di dua lokasi lain, dan berlangsung tanpa insiden," ujar juru bicara GHF.
Namun, unggahan Facebook GHF pada Senin sore menyebut pusat Tal al-Sultan ditutup karena "kekacauan massa".
Sejak GHF memulai distribusi bantuan pada 26 Mei lalu, insiden berdarah telah terjadi hampir setiap hari di sekitar empat pusat distribusi mereka. Puluhan warga Palestina dilaporkan menjadi korban, sebagian tewas saat mencoba mendekati lokasi bantuan yang terletak di area militer Israel.
Dalam beberapa kasus sebelumnya, tentara Israel disebut menembaki warga yang mendekati lokasi. Militer Israel berdalih mereka hanya menargetkan “tersangka” yang mengabaikan tembakan peringatan.
Kontroversi mengiringi kehadiran GHF di Gaza. Yayasan ini menggunakan kontraktor keamanan swasta asal AS dan beroperasi di luar sistem PBB. Sejumlah lembaga kemanusiaan menolak bekerja sama dengan GHF karena dinilai melanggar prinsip netralitas dan independensi bantuan kemanusiaan.
PBB memperingatkan bahwa lebih dari dua juta penduduk Gaza berada dalam ancaman kelaparan ekstrem akibat blokade Israel yang berlangsung selama hampir tiga bulan.
Militer Israel melancarkan agresi besar-besaran ke Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyandera ratusan lainnya. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 54 ribu warga Palestina telah gugur sejak saat itu.