REPUBLIKA.CO.ID, BIAK -- Dalam khotbah di Sholat Idul Adha yang diselenggarakan oleh Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) di Hanggar Cenderawasih Burokub Lanud Manuhua Biak, Papua, Jumat (6/6/2025), Ustadz KH Ahmad Burhan Nulhaq, yang juga merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Biak Numfor, mengajak umat Islam untuk meneladani tiga pelajaran fundamental dari kisah Nabi Ismail AS. Kisah pengorbanan Nabi Ismail bersama ayahnya, Nabi Ibrahim AS, bukan hanya sekadar ritual penyembelihan hewan, melainkan sebuah manifestasi keimanan yang mendalam dan relevan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.
"Tiga pelajaran yang diwariskan Nabi Ismail di antaranya pertama ketaatan menjalankan perintah Allah, keikhlasan bersyukur mengorbankan anaknya, serta kesabaran mendapat cobaan musibah," ujar Ahmad Burhan Nulhaq di hadapan sekitar 5.000 umat Islam yang memadati lokasi shalat Idul Adha pada Jumat (6/6/2025).
Dia mengatakan kisah inspiratif yang ditunjukkan oleh Nabi Ismail AS adalah pelajaran keimanan yang sangat mendalam. Ini bukan hanya tentang kepatuhan, melainkan didorong oleh keyakinan yang tulus dan ketaatan total untuk menjalankan setiap perintah Allah SWT, bahkan yang terasa sangat berat sekalipun. Nabi Ismail, dengan keteguhan hatinya, menunjukkan bagaimana seorang hamba sejati merespons panggilan Tuhannya dengan sepenuh hati, tanpa keraguan.
Ustadz Ahmad Burhan Nulhaq menggarisbawahi bahwa pada momen Idul Adha ini, Muslim tidak hanya dituntut untuk berkurban dengan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba saja. Lebih dari itu, semangat Idul Adha adalah tentang mengimplementasikan ajaran berkurban yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail AS.
Spirit kurban dalam konteks ini berarti sebuah kesediaan untuk memberikan atau melepaskan sesuatu yang paling dicintai atau berharga demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini adalah bentuk penyerahan diri yang paling tinggi.
"Menjadikan warisan semangat berkurban Nabi Ismail AS dalam tingkat keimanan yang paling tinggi di hadapan Allah SWT," kata dia.
Makna berkurban yang paling mendasar, menurut Ahmad Burhan Nulhaq, adalah untuk menghilangkan sikap tamak dan dengki dalam diri manusia. Sifat tamak membuat seseorang selalu merasa kurang dan ingin memiliki lebih banyak, sementara dengki adalah perasaan tidak senang melihat kebahagiaan orang lain.