REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi umat Islam, 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan bukan hanya satu-satunya rentang masa yang sangat agung. Sebab, masih ada 10 pertama pada Dzulhijjah.
Kalau yang pertama, kaum Muslimin mengaitkannya dengan momentum Malam al-Qadar. Hamba-hamba Allah memburu Lailatul Qadar. Sebab, di dalamnya ada pahala yang lebih hebat daripada ganjaran ibadah selama seribu bulan.
“Lailatulqadri khairun min alfi syahrin” (QS al-Qadar: 3). Adapun 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah itu menjadi masa bagi amal-amal saleh. Kebajikan yang dikerjakan pada masa ini insya Allah diganjar dengan pahala mati syahid.
Sungguh tak terhingga kebaikan yang Allah limpahkan dengan membuka jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya. Dengan cara itu, mereka dapat menutupi kekurangan amalan-amalan pada bulan-bulan yang lalu.
Dalam surah al-Fajr ayat dua, Allah bersumpah, “Wa layaalin asyr.” Arti harfiahnya, “Demi 10 malam.” Maksudnya, 10 malam pertama di bulan Dzulhijjah.
Memang, ada pendapat bahwa maknanya adalah 10 hari terakhir Ramadhan. Namun, yang sangat dikuatkan oleh para ulama tafsir adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.
Dikatakan “al-lail” (malam) sebab malam merupakan waktu yang terbaik untuk meperbanyak ibadah kepada Allah. “Inna nasyiatallaili hiya asyaddu watha’aw wa aqwamu qiilaa” (QS al-Muzzammil: 6).
Adapun pada siang hari, kebanyakan manusia sibuk dengan urusan mencari nafkah. “Inna laka fin nahaari sabahan thawiilaa” (QS al-Muzzammil: 7). Dalam surah an-Naba’ ayat 11, disebutkan bahwa siang hari adalah waktu untuk manusia bekerja, mencari penghidupan. “Wa ja’alnan nahaara ma’aasyaa.”
Maka, sumpah Allah seperti tersebut di atas cukuplah menjadi bukti, betapa agungnya 10 hari pertama bulan Dzulhjjah.
Ditambah lagi dengan hadis Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada amal saleh yang lebih Allah cintai daripada amal saleh yang dikerjakan pada 10 hari ini (maksudnya, 10 hari pertama Dzulhijjah).” Kemudian, para sahabat bertanya, “Apakah pahala berperang di jalan Allah masih kalah (daripada amalan itu), wahai Rasulullah SAW?”
