REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komnas Haji menerangkan bahwa musim haji tahun 2025 agak berbeda dengan musim-musim sebelumnya. Setelah gelombang pemberangkatan jamaah haji reguler memasuki fase akhir, biasanya tahap selanjutnya jamaah haji furoda berbondong-bondong mulai diterbangkan ke Arab Saudi.
Namun pada tahun ini jamaah haji furoda tidak bisa mengikuti prosesi haji, karena visa belum kunjung terbit sehingga terancam tidak ada pemberangkatan.
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj mengatakan, hal tersebut terjadi karena pihak otoritas Arab Saudi sampai dengan batas akhir pelayanan belum juga mengeluarkan visa untuk furoda tanpa merinci apa alasan kebijakan tersebut.
"Beberapa asosiasi pengusaha travel sudah memberikan pernyataan resmi, potensi visa furoda memang tidak terbit sehingga perlu menjelaskan kepada jamaahnya," kata Mustolih kepada Republika, Senin (2/6/2025)
Win Win Solution
Komnas Haji menerangkan bahwa kegagalan berangkat jamaah haji furoda tahun ini tentu membuat calon jamaah sangat kecewa. Namun akan lebih baik jika diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai solusi bersama atau win win solution dengan pihak travel.
"Solusinya bisa dengan skema pengembalian biaya (refund), penjadwalan ulang (reschedule) atau jamaah haji furoda (yang gagal berangkat tahun ini) didaftarkan sebagai haji khusus," ujar Mustolih.
Menurut Komnas Haji, beberapa informasi yang beredar, ada beberapa travel resmi yang bersedia mengembalikan biaya 100 persen kepada para jamaah haji furoda demi menjaga reputasi dan nama baik di Tanah Air dan di Arab Saudi. Meski mereka juga mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Lantas apakah persoalan haji furoda ini menjadi tanggungjawab pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama? Komnas Haji menjelaskan bahwa dalam kaitannya pengurusan haji furoda murni menjadi urusan antara pihak travel dengan jamaahnya sebagai kegiatan bisnis murni.
Dalam Undang- Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (UU PIHU) pemerintah hanya bertanggungjawab pada visa yang berasal dari kuota resmi dari otoritas Arab Saudi yang dibagi 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus (ONH Plus) dengan ketentuan standar pelayanan yang jelas. Dimungkinkan visa mujamalah yang merupakan jalur undangan dengan syarat diurus oleh travel dan mendapat izin menteri agama tanpa ada ketentuan lebih rinci.
Oleh sebab itu, Mustolih menegaksan, pada tahun berikutnya syarat, mekanisme dan standar pelayanan haji furoda ini harus diatur dan ditata dengan lebih baik dalam revisi UU PIHU yang akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah usai musim haji. Untuk melindungi calon jamaah haji dari serangkaian kerugian materiil maupun secara imateriil. Bukan hanya rugi besar karena sudah membayar biaya tetapi juga secara sosial.
Di sisi lain pengaturan tersebut bisa menjadi panduan persaingan yang sehat dan wajar antar travel, termasuk mempersempit ruang gerak travel-travel ilegal yang selama ini ikut bermain.
"Sebab sudah bukan rahasia lagi, ajakan dan iklan yang bertebaran terkait haji furoda begitu sangat manis dan menjanjikan, cukup hanya mendaftar langsung bisa berangkat haji pada tahun tersebut tanpa perlu antri bertahun-tahun sebagaimana haji reguler dan haji khusus dengan bandrol harga selangit, dari ratusan juta hingga miliaran rupiah per jamaah," jelas Mustolih.
Mustolih menambahkan, sayangnya janji tersebut acapkali tidak dibarengi dengan informasi yang detil dan transparan. Bahkan potensi terjadi gagal berangkat terbuka lebar karena sangat tergantung pada dinamika kebijakan Arab Saudi yang cepat berubah.