REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar seminar dan tribute bertajuk "Diskusi Seni dan Sastra Islam" dalam rangkaian Pestarama ke-10. Acara bertema "Peran Lembaga Kebudayaan Islam Dalam Membentuk Sastra dan Drama Bernapas Islam di Indonesia" ini menegaskan bahwa sastra Islam tidak harus terpaku pada simbol-simbol keagamaan, melainkan pada nilai-nilai universal seperti keadilan dan kemanusiaan.
Dr. Kusen, S.Ag., M.Ag (Kiai Cepu), narasumber utama sekaligus budayawan Muhammadiyah, menekankan bahwa esensi sastra Islam terletak pada pesan moral, bukan pada atribut keislaman.
"Saya menolak karya seperti kisah Masyitoh disebut sastra Islam hanya karena bertema religius. Sastra Islam harus dilihat dari nilai dasarnya, bukan simbolnya," tegasnya, dikutip dari rilis yang diterima Republika, Rabu (14/5/2025).
Ia mencontohkan Kuntowijoyo, sastrawan yang karyanya sarat nilai Islam meski tak menampilkan ayat atau ritual keagamaan.
Kiai Cepu juga mengkritik minimnya dukungan pemerintah terhadap seni, terutama teater dan sastra, yang sering dianggap bukan prioritas pembangunan budaya.
View this post on Instagram