REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peradaban Islam pernah menjadi kekuatan nomor satu di dunia setelah Persia, Yunani, dan Romawi. Keunikan peradaban Islam ada pada kecanggihan memilah elemen peradaban lain untuk kemudian diambil dan disesuaikan dengan pandangan hidup Islam.
Hasilnya adalah sains Islam, arsitektur Islam yang merupakan perpaduan Romawi, Persia, dan Yunani. juga Bahasa Arab yang mengakomodasi sejumlah istilah peradaban lain.
Sains Islam menjadi rujukan utama kemajuan Barat saat ini. Setelah jatuh seiring dengan pembubaran Turki Utsmani pada abad ke-20, peradaban Islam tak lagi terkonsentrasi dalam satu kekuatan politik, tapi terpecah menjadi banyak negara yang masing-masing memiliki kepentingan.
Namun, meski kini terpecah menjadi banyak negara, bukan berarti peradaban Islam tak berpeluang untuk bangkit. Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut beberapa modal utama kejayaan Islam di masa yang akan datang. Semua itu sudah ada saat ini. Yang harus dilakukan adalah memperkuat modal tersebut sehingga nantinya gerakan menjadikan Islam sebagai kekuatan dunia semakin terasa di banyak kawasan.
Hal itu disampaikan Puan saat memimpin sidang Komite Umum (General Committee) Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) atau konferensi Persatuan Parlemen negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Dia menyampaikan bahwa Islam memiliki modal untuk menjadi kekuatan baru dunia.
Demografi Muslim 25 persen populasi dunia
Puan lalu menyinggung soal umat Muslim di dunia yang mencapai dua miliar penduduk. Ia mengatakan, jumlah penduduk umat Muslim telah mendominasi hampir 25 persen populasi global.
“Idealnya, kita dapat menjadi elemen kekuatan baru dari tatanan dunia. Pada satu titik, Islam memiliki modal untuk menjadi kekuatan baru dunia. Kita adalah kekuatan peradaban yang menekankan persatuan umat,” kata Puan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.
Menghargai keragaman
Banyak negara, termasuk yang menjunjung tinggi demokrasi, ternyata gagal menerapkan koeksistensi, menghargai keragaman, dan masih saja terjebak dalam kubangan rasialisme dan egosentrisme. Superioritas golongan tertentu dijadikan dasar untuk menginjak injak kelompok lain, terutama yang lebih sedikit.
Rasialisme semacam itu merupakan musuh kemajuan. Puan menyebut Islam sebagai peradaban yang menghargai keberagaman dan pluralisme, sebagaimana tercermin di Piagam Madinah.