REPUBLIKA.CO.ID, DOHA— Bertepatan dengan hari ini, 30 April 1975 lalu, Perang Vietnam berakhir. Dalam perbandingan antara Perang Vietnam (1955-1975) dan Perang Gaza, yang telah berlangsung sejak Oktober 2023, ada persamaan yang menyakitkan.
Penderitaan yang terjadi hampir sama dalam detail-detail kecilnya antara lain penghancuran massal, pengepungan yang mencekik, pengungsian massal, dan kelaparan, meskipun waktu dan konteksnya berbeda.
Dalam sebuah adegan yang mengingatkan kita pada kengerian sejarah, tragedi Perang Vietnam bersinggungan dengan bencana kemanusiaan di Jalur Gaza.
Di Vietnam, di mana Amerika Serikat melancarkan perangnya, pesawat-pesawat menjatuhkan ribuan ton bom, mengubah kota-kota dan desa-desa menjadi reruntuhan.
Tujuannya bukan hanya untuk memenangkan pertempuran, melainkan juga untuk meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam ingatan akan tempat itu.
Hari ini, di Gaza yang terkepung, pemandangannya sangat familiar yaitu lebih dari 60 persen bangunan di Gaza telah rata dengan tanah, termasuk rumah sakit, sekolah, dan toko roti, dan semua yang ada di Gaza telah menjadi target yang sah.
Baik Vietnam yang membayar harga mahal dengan hampir dua juta kematian dalam dua dekade ataupun Gaza yang telah kehilangan lebih dari 50 ribu martir sejauh ini, ada satu fakta yang menonjol yaitu manusia adalah pecundang terbesar dalam setiap perang.
BACA JUGA: Abbas Gembosi Pejuang Gaza yang Korbankan Jiwa Raga, Akhir Keruntuhan Otoritas Palestina?
Di Gaza, di bawah reruntuhan, seluruh keluarga terkubur hidup-hidup, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sementara ribuan mayat masih belum ditemukan di bawah reruntuhan, menunggu untuk diidentifikasi.
Vietnam mengetahui wajah pengungsian sejak dini, ketika 12 juta orang dipaksa meninggalkan rumah mereka di bawah tekanan tembakan dan peluru.
