REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya gagasan monarki dalam kekhalifahan Islam bermula sejak Mu’awiyah bin Abi Sufyan menerima baiat dari Muslimin, termasuk kubu Hasan bin Ali. Menurut Nurhasan dalam “Mu’awiyah: Penggagas Pertama Sistem Monarkhi Dalam Islam” (2011), pendiri Dinasti Umayyah itu di ujung usianya merasakan kegalauan. Sebab, saat itu tidak ada aturan baku yang definitif untuk mengatur suksesi kepemimpinan.
Berangkat dari kegelisahan itu, Mu’awiyah pun memunculkan ide adanya putra mahkota. Nurhasan merangkum dua pendapat mengenai siapa penggagas hal itu. Ada yang menyatakan, Mughirah bin Shu’bah adalah sosok yang menganjurkan Mu’awiyah agar mengangkat putranya sendiri, Yazid, sebagai penerusnya kelak.
Sejarawan M Khudari dalam Muhadharat Tarikh al-Umam al-Islamiyyah ad-Dawlah al-Umawiyah menuturkan, Mughirah bin Shu’bah pernah berkata kepada Yazid, “Para sahabat Nabi SAW dan pembesar Quraisy kini telah tiada. Yang ada sekarang hanyalah anak-anak mereka. Maka, saya tidak tahu apa yang menghalangi amirul mukminin (Mu’awiyah) untuk tidak mengangkatmu (sebagai penerus kerajaan).”
Tidak hanya itu, Mughirah pun menggalang opini dari para pendukungnya, terutama masyarakat Kufah. Sesudah itu, ia menghadap Mu’awiyah di Damaskus. Sang raja menanggapinya dengan berkata, “Jangan terburu-buru. Simpanlah pendapatmu.” Bagaimanapun, sejak itu amirul mukminin tersebut semakin yakin untuk menunjuk putranya sendiri sebagai khalifah sepeninggalan dirinya.
View this post on Instagram