REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Begitu selesai membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT untuk menyeru kepada manusia agar mereka datang ke tempat ini demi menunaikan ibadah haji. Sang khalilullah sempat bertanya, “Ya Allah, bagaimana aku dapat memanggil seluruh manusia di muka bumi ini?”
Allah berfirman, “Engkau hanya Ku-perintahkan untuk menyeru (adzdzin), Aku-lah yang mendatangkan.” Momen ini diabadikan dalam Alquran surah al-Hajj ayat 27, artinya, “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.”
Alquran surah al-Baqarah ayat 128 merangkum beberapa permintaan Nabi Ibrahim AS sesudah beliau membangun Ka’bah bersama dengan putranya, Nabi Ismail AS. Di antaranya adalah, memohon agar Allah berkenan menunjukkan tata cara manasik haji—“wa arinaa manaasikanaa wa tub’alainaa.” Menurut Didik Dahlan Lukman dalam artikel “Sejarah Ibadah Haji”, doa tersebut mengandung dua kemungkinan.
Pertama, sebelum beliau memang tidak ada syariat haji. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim memerlukan petunjuk teknis untuk menjalankannya. Hal itu juga menjadikannya orang pertama yang berhaji.
View this post on Instagram
Kedua, haji sudah pernah disyariatkan kepada umat sebelum beliau, tetapi kemudian membutuhkan pembaruan. Barang kali, lanjut Didik, syariat haji pada masa dahulunya sudah tak lagi sesuai atau dianggap telah mengalami penyimpangan sehingga perlu diluruskan.