REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap Muslim sejatinya wajib untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Namun, ada kondisi di mana puasa seorang Muslim menjadi batal dan wajib mengqadhanya setelah berakhirnya Ramadhan. Misalnya, seorang Muslimah yang mengalami haid, dia harus mengganti puasanya pada hari lain di luar Ramadhan.
Bagaimana bila wanita yang sedang haid pada bulan Ramadhan itu meninggal saat masih Ramadhan atau meninggal begitu memasuki Syawal? Artinya, Muslimah tersebut tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya.
Apakah lantas qadha puasa Ramadhan wanita itu dilakukan oleh anggota keluarganya? Ataukah keluarganya cukup dengan mengeluarkan fidyah bagi wanita tersebut?
Pertanyaan seperti ini juga ditanyakan oleh seorang jamaah kepada pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma'arif atau yang lebih akrab disapa Buya Yahya, pada sesi tanya jawab dalam majelis taklimnya. Kajian ini ditayangkan melalui kanal Al Bahjah TV beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan itu, Buya Yahya menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai wanita Muslim yang batal atau meninggalkan puasa Ramadhan karena sebab mengalami haid, tetapi kemudian wafat sebelum Syawal sehingga dia tak memiliki kesempatan untuk mengqadha.
Menurut Buya Yahya, pendapat yang dikukuhkan adalah tidak wajib bagi keluarganya mengqadhakan puasa yang ditinggalkan wanita Muslim tersebut akibat mengalami haid dan meninggal saat Ramadhan. Tidak wajib juga keluarganya membayarkan fidyah atas puasa Ramadhan yang ditinggalkan wanita Muslim karena haid dan wafat saat Ramadhan.
"Jika ada orang meninggalkan puasa karena uzur (sebab tadi seperti haid) kemudian meninggal dunia dan belum sempat mengqadha karena belum punya kesempatan mengqadha, belum ketemu Syawal sudah meninggal, atau ketemu Syawal, tetapi sakit dan meninggal. Maka dia (keluarganya) tidak wajib mengqadha, tidak wajib fidyah. Karena pada dasarnya dia mestinya mengqadha, cuma tiba-tiba nggak bisa mengqadha karena tidak ada kesempatan untuk mengqadhanya. Ini adalah yang haid," kata Buya Yahya.
Akan tetapi, ada juga ulama yang membolehkan bagi keluarganya membayarkan fidyah atas puasa Ramadhan yang ditinggalkan wanita Muslim yang haid dan meninggal sebelum Syawal.
View this post on Instagram
Maka Buya Yahya menjelaskan bahwa wali dari wanita tersebut, baik anak maupun suami boleh dan sah untuk membayar fidyah berupa satu mud makanan pokok seperti beras per harinya (disesuaikan berapa hari tidak berpuasa selama Ramadhan).
Inilah khilafiyah yang terjadi di antara para ulama berkaitan dengan puasa Ramadhan yang ditinggalkan Muslimah yang haid dan meninggal sebelum Syawal. Namun, agar tidak bimbang, Buya Yahya lebih menekankan pada pendapat yang kuat, yakni tidak wajib bagi keluarganya mengqadhakan dan tidak wajib juga fidyah.