REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim menilai bantuan kemanusiaan untuk Palestina dari perusahaan-perusahaan terafiliasi dengan Israel tidaklah cukup jika mereka tetap memiliki hubungan bisnis atau dagang dalam bentuk apapun dengan Israel.
“Itu jadinya hanya kamuflase. Kalau sekali mendukung Palestina, harus genuine tidak melakukan bisnis dengan Israel dalam bentuk apapun,” ujar Sudarnoto dalam acara Taujihat Palestina bertema "Membasuh Luka Palestina 2025" di Jakarta, Selasa (5/3/2025).
MUI bersama Baznas dan berbagai organisasi filantropi serta pejuang kemanusiaan di Indonesia, terus menyerukan aksi boikot terhadap produk-produk Israel serta perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan negara tersebut.
Boikot sebagai bentuk konsistensi
Menurut Sudarnoto, aksi boikot menjadi semakin relevan mengingat Israel terus melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas di Jalur Gaza. “Hingga saat ini selalu saja ada upaya-upaya dari Israel mengkhianati perjanjian gencatan senjata dengan Hamas,” tegasnya.
Tak hanya itu, laporan dari Al Jazeera menunjukkan meski kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari 2025, militer Israel tetap melancarkan serangan yang menewaskan setidaknya 124 warga Palestina di Gaza.
Bahkan, memasuki awal Ramadan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menutup jalur bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, yang tentunya bakal memperburuk kondisi masyarakat di sana. “Jadi, saya kira aksi boikot masih sangat relevan untuk menekan Israel dan para pendukungnya,” ujar Sudarnoto.
Ia menambahkan, dampak boikot ini cukup terasa karena sumber-sumber pendapatan ekonomi yang diharapkan dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi Israel menjadi turun, sehingga dukungan finansial melemah.
Fatwa MUI: Boikot produk terafiliasi Israel
Aksi boikot ini juga didukung Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023, yang hingga kini tetap berlaku dan bahkan diperkuat dalam musyawarah kerja nasional MUI. Salah satu lembaga yang aktif dalam kampanye boikot adalah Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI).
Mereka telah mengidentifikasi 10 produk utama yang diduga memiliki hubungan bisnis dengan Israel, antara lain Danone Aqua berinvestasi di perusahaan pangan Israel, Unilever memiliki afiliasi dengan jaringan distribusi milik Israel.
Ada Nestlé yang memiliki saham di perusahaan Israel yang beroperasi di Palestina. Coca-Cola memiliki pabrik di permukiman ilegal di Palestina. PepsiCo memiliki anak perusahaan yang meraih keuntungan dari bisnis di Palestina.
Sedangkan Kraft Foods memiliki jejak investasi yang mendukung Israel. Procter & Gamble memiliki pusat riset di wilayah pendudukan Palestina. Mondelez International berinvestasi di perusahaan rintisan Israel.
Di sisi lain ada Johnson & Johnson yang mendukung kebijakan Israel di wilayah pendudukan. McDonald's menyediakan makanan bagi militer Israel dan permukiman ilegal.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konflik di Palestina, seruan boikot ini diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam melemahkan dukungan ekonomi terhadap Israel.