Kamis 06 Mar 2025 13:27 WIB

Puasa Menurut Perspektif Syariat, Tarekat, dan Hakikat

Puasa dapat dilihat dari aspek syariat, tarekat dan hakikat.

ILUSTRASI Buka puasa. Puasa dapat dilihat dari aspek syariat, tarekat dan hakikat.
Foto: pxhere
ILUSTRASI Buka puasa. Puasa dapat dilihat dari aspek syariat, tarekat dan hakikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa secara populer berarti menahan diri dari hal-hal khusus dalam waktu tertentu dengan niat, rukun, dan syarat tertentu. Puasa dalam bulan Ramadhan merupakan wajib dan menjadi salah satu rukun Islam.

Selain puasa wajib bulan Ramadhan masih ada puasa wajib lain yaitu puasa nazar, puasa kafarat, dan puasa qadha yaitu pengganti puasa yang ditinggalkan di bulan Ramadhan, entah karena sakit, dalam keadaan musafair, menstruasi, atau nifas. Selain puasa wajib juga dikenal ada puasa sunah, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa Nabi Dawud, puasa Zulhaj, dll. Keseluruhan puasa itu harus dengan niat semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (al-taqarrub ila Allah).

Waktu pelaksanaan puasa sebagaimana yang masyhur dilakukan di dalam setiap tempat berdasarkan ukuran syar'i, yang boleh jadi di satu tempat berbeda dengan di tepat lain, seperti waktu musim panas di Eropa dan Amerika biasanya puasa lebih lama dibanding dengan puasa di musim dingin.

Di Indonesia relatif lebih stabil sepanjang tahun karena kita berada di daerah garis khatulistiwa. Cepat atau lambatnya puasa ditentukan juga oleh faktor jarak tempuh di dalam berkendaraan, terutama kendaraan pesawat yang bisa melintasi zona waktu berbeda dalam waktu singkat, meskipun bisa juga sebaliknya bisa terjadi jika perjalanan mengikuti garis edar matahari.

Puasa dalam perspektif syari’ah lebih fokus pada apa kata teks atau dalil formal tentang puasa. Karena itu, rukun, syarat, dan sunah-sunah puasa sangat ditekankan untuk diperhatikan. Sah atau tidaknya sebuah puasa banyak mendapatkan penekanan di dalam perspektif ini.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan berhubungan seks sangat diwanti-wanti untuk dijauhi di siang hari saat berpuasa. Sedangkan hal-hal yang secara spiritual bisa mengurangi kualitas puasa, termasuk sunah-sunah yang amat mulia dilakukan saat berpuasa, kurang mendapatkan tekanan. Di sinilah bedanya puasa dalam perspektif tarikat dan hakikat, lebih menekankan aspek-aspek hakikat dan spiritual puasa.

Perlu ditegaskan di sini bahwa tidak ada pertentangan antara puasa dalam perspektif syari’ah, tarikat, dan hakikat. Puasa dalam perspektif tarikat dan hakikat sesungguhnya merupakan kelanjutan target dari puasa yang biasa dilakukan oleh orang-orang awam.

sumber : Hikmah Republika oleh KH Prof Nasaruddin Umar
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement