REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam catatan sejarah, puasa Ramadhan diwajibkan sejak tahun kedua Hijriah. Masa itu bertepatan ketika Rasulullah Muhammad SAW baru sekitar 18 bulan bertempat tinggal di Madinah. Pada akhir Sya'ban, wahyu Allah Surat al-Baqarah ayat ke-183 turun. Isinya memerintahkan umat Islam melaksanakan puasa Ramadhan.
Kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan berlaku bagi setiap Muslim yang sudah dewasa (baligh). Puasa Ramadhan tidak diwajibkan kepada anak-anak, orang sakit, orang tua dan lemah, serta orang-orang yang sedang dalam perjalanan (musafir).
Rasulullah SAW pun memiliki sunnah menggiatkan ibadah sosial dan ibadah mahdhah setiap Ramadhan. Dalam buku Ensiklopedia Peradaban Islam Makkah disebutkan, khususnya bulan Ramadhan, Jibril menemui Rasulullah setiap malam.
Kemudian, Rasulullah SAW tadarus atau mengulang-ulang hafalan Alquran di hadapan Jibril. Hal ini menunjukkan keistimewaan bulan Ramadhan sebagai waktu untuk menjaga tahfiz Alquran.
Begitupun, Rasulullah SAW juga melakukan shalat malam atau yang disebut sebagai shalat tarawih. Namun, agar memahamkan kaum Muslimin bahwa ibadah ini bersifat sunah (bukan wajib), maka beliau tak melakukannya di seluruh malam-malam Ramadhan.
Di antara ibadah-ibadah lainnya yang juga digiatkan Nabi SAW setiap Ramadhan adalah umrah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah bersabda, "Umrah di bulan Ramadhan sama dengan berhaji atau berhaji dengan aku (Rasulullah)."
Para sahabat menyaksikan, Rasulullah SAW adalah pribadi yang dermawan. Dan, kedermawanan beliau kian meningkat di kala Ramadhan.
Dalam hadis lainnya riwayat Ahmad, Rasulullah berpesan kepada umatnya, "Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya. Pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat. Juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa."
View this post on Instagram