Senin 17 Feb 2025 15:12 WIB

Ratusan Kasus Kekerasan di Pesantren, Kemenag Akhirnya Terbitkan Beleid Ponpes Ramah Anak

Pesantren adalah lembaga pendidikan yang kental dengan nuansa agama.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Pondok Pesantren
Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Ilustrasi Pondok Pesantren

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mencegah kasus kekerasan seksual terhadap anak didik di pondok pesantren, Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya menerbitkan regulasi anti kekerasan untuk melindungi anak-anak di pondok pesantren. Aturan terbaru ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No 91 tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak. 

Pesantren adalah lembaga pendidikan yang kental dengan nuansa agama, moral, dan karakter. Namun bukan berarti tidak ada kasus-kasus yang menodai lembaga ini.

Baca Juga

Selama Januari-Agustus 2024 sudah 101 anak menjadi korban kekerasan seksual di pondok pesantren. Menurut catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebanyak 69 persen korbannya adalah anak laki-laki dan 31 persen anak perempuan. 

Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said mengatakan, ada dorongan publik agar pihaknya membuat upaya yang jelas demi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan di lingkup Kementerian Agama, khususnya pondok pesantren.

Maka dari itu sebuah Keputusan Menteri Agama (KMA) ditandatangani Menteri Agama Nasaruddin Umar pada 30 Januari 2025. Kemudian, peta jalan (roadmap)-nya pun telah selesai. 

“Peta jalan ini harus menjadi panduan bagi pesantren agar memiliki sensitivitas terhadap anak serta memberikan perlindungan maksimal,” ujar Basnang dalam keterangan yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Senin (17/2/2025).

Regulasi ini antara lain mengatur batas kompetensi ustaz dan ustazah di pesantren, baik pada aspek kepribadian, sosial, pedagogik, maupun profesional. Selain menguasai ilmu yang diajarkan, pengajar harus memiliki kapasitas menyajikan teknik pengajaran ramah anak.

Persyaratan kompetensi ini akan dipadu dengan sistem deteksi masalah melalui Bimbingan & Konseling (BK). Dalam mekanisme ini, BK adalah bagian integral dari peran pendidik.

Menurut Basnang, semua guru di pesantren harus dapat membantu santri dalam menghadapi tantangan pribadi, akademik, maupun sosial, serta memberikan dukungan emosional yang diperlukan.

"Untuk itu mereka harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, interaktif, dan inklusif, di mana santri merasa nyaman untuk belajar, bertanya, dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran," kata Basnang.

Peta jalan ini, jika dilaksanakan akan jauh meminimalisir kasus-kasus yang ada dengan cara mendeteksi dini dan menanganinya secara prosedural sebelum peristiwa lebih jauh terjadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement