REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah telah resmi melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram (Gas Melon) melalui pengecer, mulai 1 Februari 2025.
Kebijakan tersebut didasarkan pada surat edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Nomor B-570/MG.05/DJM/2025, tentang penyesuaian ketentuan pendistribusian tabung LPG 3 kilogram di subpenyalur (pangkalan).
Kebijakan itu sebenarnya untuk memastikan subsidi gas melon tepat sasaran sehingga dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan, yakni Rp 18 ribu per tabung.
Namun, kebijakan tersebut justru menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, gas melon menjadi langka hingga membuat masyarakat harus antre panjang ketika membelinya. Bahkan, ada masyarakat yang meninggal dunia karena mengantre.
Menanggapi polemik ini, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Anwar Iskandar menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah harus melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok yang amat sangat dibutuhkan.
"Nah, kasus gas melon ini butuh kebijakan dan kehadiran pemerintah dalam menangani masalah ini, supaya tidak menjadi sumber keresahan yang menjarah ke mana-mana," ujar Kiai Anwar kepada Republika saat ditemui usai menghadiri acara Sarasehan Ulama NU di Jakarta, Selasa (4/2/2025).