Selasa 28 Jan 2025 11:45 WIB

Sambil Menangis Tinggalkan Gaza, Tentara Israel Sebut Perang Satu Tahun Sia-Sia Belaka

Tentara Israel mulai meninggalkan Gaza Utara

Rep: Andri Saubani/ Red: Nashih Nashrullah
Ribuan pengungsi Palestina tiba di Jalur Gaza utara menyusul mundurnya tentara Israel, Senin, 27 Januari 2025.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Ribuan pengungsi Palestina tiba di Jalur Gaza utara menyusul mundurnya tentara Israel, Senin, 27 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA— Channel 14 Israel mengatakan bahwa tentara Israel meninggalkan poros Netzarim (Persimpangan Martir), yang dibangun oleh tentara penjajah untuk memisahkan Kota Gaza dan bagian utara dari Jalur Gaza tengah dan selatan, dengan meneteskan air mata dan merasa bahwa apa yang mereka lakukan selama lebih dari satu tahun di Gaza "sia-sia".

Sebelumnya pada Senin (28/1/2025), tentara penjajah menarik diri dari poros Netzarim setelah Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan Israel mencapai kesepakatan untuk membebaskan enam tahanan Israel, termasuk tawanan Arbel Yehud, dengan imbalan mengizinkan warga Palestina yang telantar untuk kembali ke Jalur Gaza utara mulai pagi ini.

Baca Juga

Dengan penarikan mundur tentara penjajah dari Netzarim, yang didirikan dengan dimulainya operasi darat pada 27 Oktober 2023, puluhan ribu pengungsi mengalir melalui dua jalan utama, termasuk Jalan Al-Rasyid, yang menjadi saksi pawai panjang para pengungsi yang pulang dengan berjalan kaki, sementara ribuan lainnya mulai melintas dengan kendaraan mereka dari Jalur Gaza selatan melalui poros Netzarim.

"Saya dapat memberitahu Anda bahwa para pejuang yang meninggalkan koridor Netzarim pergi sambil menangis, mengatakan bahwa mereka merasa semua yang telah mereka lakukan selama lebih dari satu tahun di Jalur Gaza sia-sia," kata Hillel Rosen, koresponden militer untuk Channel 14 Israel, dikutip Aljazeera, Selasa (28/1/2025).

"Sebelumnya, biayanya adalah pembebasan tahanan keamanan, tetapi sekarang biayanya telah menjadi operasional, karena Jalur Gaza utara sekarang terbuka, dan mereka (perlawanan) akan menempatkan alat peledak bawah tanah untuk kami dan menanam ranjau di tempat-tempat yang belum kami operasikan," katanya.

Koresponden militer itu melanjutkan, "Jika ada ribuan militan di daerah Beit Hanoun dan Jabalia, jumlahnya sekarang mungkin meningkat menjadi lebih dari 10 ribu orang, dan mereka akan menunggu kami, jika kami kembali berperang, pertempuran yang kejam dan intensif yang tidak kurang dari apa yang telah kami lihat sebelumnya."

"Benteng-benteng yang akan dibangun dan senjata-senjata yang akan diselundupkan akan membuat operasi militer di masa depan menjadi lebih berbahaya dan rumit," ujarnya, seraya menambahkan bahwa hal ini "merupakan pukulan telak bagi semua upaya yang telah dilakukan oleh pasukan kami di Jalur Gaza, dan sekarang tampaknya semua itu telah sia-sia."

BACA JUGA: Perburuan Tentara Israel di Brasil dan Runtuhnya Kekebalan Negara Zionis

Kembalinya para pengungsi Palestina ke Gaza utara terjadi setelah berbulan-bulan pengeboman dan pengepungan Israel yang menyebabkan pengungsian paksa ratusan ribu warga Palestina.

Ini disertai dengan kondisi kehidupan yang keras karena kelaparan dan terhalangnya bantuan makanan, membuat perjalanan pulang ini menjadi momen yang luar biasa penuh dengan harapan dan kepedihan di saat yang bersamaan.

Pada 19 Januari 2025, gencatan senjata antara perlawanan Palestina dan penjajah Israel mulai berlaku, dan tahap pertama akan berlangsung selama 42 hari, di mana tahap kedua dan ketiga akan dinegosiasikan, yang dimediasi oleh Doha, Kairo, dan Washington. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement