Selasa 28 Jan 2025 03:03 WIB

OKI Diminta Tolak Rencana Trump Gusur Warga Gaza

Israel ingin mengosongkan wilayah Gaza untuk melakukan pendudukan.

Presiden AS Donald Trump bersalaman dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohamed bin Salman
Foto: EPA
Presiden AS Donald Trump bersalaman dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohamed bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Timur Tengah asal Universitas Indonesia (UI) Prof Yon Machmudi menanggapi rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin menggusur atau "membersihkan" warga Gaza ke Mesir dan Yordania. Dengan adanya usulan ini, menurut Yon, negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan dunia Islam harus menolak dengan tegas. 

"Dalam hal ini ya OKI dan negara-negara Arab lainnya termasuk dunia Islam harus menolak," ujar Yon saat dihubungi Republika, Senin (27/1/2025). 

Baca Juga

Dia mengatakan, dunia Islam harus memahami bahwa rencana yang diusulkan Trump itu tidak jauh berbeda dengan rencana awal, dimana Israel ingin mengosongkan wilayah Gaza dan melakukan pendudukan. Meskipun, kata dia, kali ini alasan membersihkan Gaza agar bisa dibangun. 

"Ini saja kan pertanyaannya, apakah memang harus dia mengosongkan wilayah itu dan meminta penduduknya untuk meninggalkan wilayah? Ini kan sama dengan proyek pengusiran orang-orang Palestina dari Tanah Air mereka," ucap Gurus Besar Universitas Indonesia (UI) ini. 

Karena itu, lanjut dia, tidak hanya OKI dan negara-negara Arab lainnya yang harus menolak rencana Trump tersebut. Dunia internasional juga harus melakukan penolakan. 

Menurut Yon, Mesir tidak akan bisa menerima rencana itu karena dari awal sudah menolak relokasi atau pemindahan penduduk Palestina di Gaza, baik secara paksa maupun secara halus. "Jordan juga memiliki masalah yang sama terhadap pengungsi. Artinya, relokasi itu kan menghilangkan rakyat Palestina untuk tinggal di wilayah Gaza, apapun alasannya," kata Yon. 

"Saya kira ya itu hal yang tidak bisa dibenarkan ya secara hukum dan juga peta penyelesaian konflik di kawasan Timur Tengah terutama antara Israel dan Palestina," jelas dia. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement