REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta KH Ahmad Zuhdi Muhdlor mengusulkan pemerintah membuat aturan yang melarang anak-anak dan remaja di bawah 16 tahun menggunakan media sosial.
Zuhdi saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa, meyakini larangan tersebut bakal membantu pemerintah meredam pengaruh negatif medsos pada anak sejak dini, khususnya dari paparan judi online.
"Ini harus dengan peraturan. Tidak cukup dengan imbauan. Kalau sudah jadi peraturan negara, itu kan bisa dikenakan sanksi bagi yang melanggar," ujar Zuhdi.
Menurut dia, usulan tersebut sebagaimana beleid yang bakal berlaku di Australia.
Undang-Undang (UU) yang disahkan oleh Senat Australia pada Kamis (28/11) itu akan melarang siapapun yang berusia kurang dari 16 tahun menggunakan media sosial seperti TikTok, Instagram, Snapchat, Facebook, Reddit, dan X.
"Ini mungkin bisa dicoba atau dikaji oleh pemerintah untuk diterapkan di Indonesia. Saya kira bagus, di mana justru negara lain sekarang juga merasakan dampaknya," kata dia.
Bagi Zuhdi penerapan aturan itu tak sekadar mengekor Negara Kanguru, sebab dampak buruknya terhadap kesehatan mental atau psikologis anak juga telah dialami anak-anak di Indonesia.
Meski dia tidak menampik banyak pula manfaat yang bisa didapatkan dari media sosial seiring perkembangan teknologi informasi (TI), akan tetapi khusus bagi anak-anak di bawah umur mudaratnya lebih besar karena umumnya belum mampu menggunakan secara bijak.
Selain itu, kampanye atau iklan judi online yang bertebaran di media sosial juga berpotensi memengaruhi mereka.
"Kalau sudah masuk ke otak anak itu kan, susah sekali untuk meluruskan kembali. Saya kadang-kadang juga terpikir, banyaknya pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh berbagai pihak ini, tidak lepas, kalau enggak miras ya judi online itu. Ini nyata sekali," ucap dia.
Zuhdi menilai pemerintah baru saat ini memiliki perangkat yang cukup banyak lewat berbagai kementerian terkait untuk mengkaji mudarat penggunaan medsos bagi anak.
"Apalagi sekarang kan kementerian yang menangani pendidikan sudah dipecah dengan wakil-wakil kementerian cukup banyak ya. Artinya ini bisa juga bagian-bagian dari kementerian pendidikan secara khusus mengkaji masalah-masalah itu. Saya berharap seperti itu," kata dia.
Selain melalui aturan, dia menegaskan keluarga tetap memiliki peran krusial dalam mengontrol penggunaan gawai di kalangan anak atau remaja sehingga mereka terhindar dari paparan konten negatif, termasuk kampanye judi online.
PWNU DIY, kata Zuhdi, telah getol mengingatkan masyarakat ihwal bahaya serius judi online di berbagai kesempatan, baik lewat pengajian maupun kegiatan atau pertemuan warga NU di provinsi ini.
"Dampak merugikannya sudah sangat nyata, baik ekonomi, kemudian yang paling rusak ini kan mental ya, mental warga, mental masyarakat, akhlak hilang, dan banyak hal-hal negatif lain, termasuk rumah tangga juga banyak yang hancur," ujar dia.