Selasa 19 Nov 2024 08:54 WIB

Sang Perintis Pendidikan Modern Muhammadiyah

KH Hisyam berjasa besar dalam merintis pendidikan Islam yang modern di Muhammadiyah.

KH Hisyam
Foto: dok muhammadiyah
KH Hisyam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Hisyam (ejaan lama: Hisjam) merupakan ketua umum ketiga Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Murid pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan ini berkontribusi besar dalam sejarah persyarikatan tersebut, khususnya dalam konteks merintis pendidikan modern.

Seperti dinukil dari buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, tokoh ini lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1883. Ia dididik dan dibesarkan di lingkungan aktivis Persyarikatan.

Baca Juga

Kiai Hisyam terpilih sebagai ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah tiga tahun berturut-turut, yakni dalam kongres Muhammadiyah ke-23 hingga 25. Masing-masing penyelenggaraan forum itu berlangsung pada tahun 1934, 1935, dan 1936 di Yogyakarta, Banjarmasin, dan Jakarta.

Kepemimpinan KH Hisyam menonjol dalam hal manajemen dan administrasi organisasi. Di samping itu, perhatiannya besar pula pada penguatan pendidikan.

Dalam keyakinannya, kalau pendidikan maju, umat Islam juga otomatis akan melesat. Maka, pola pendidikan yang diselenggarakan Persyarikatan harus selalu lebih baik daripada masa-masa kemarin.

Pada era kepemimpinannya, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan, baik agama maupun umum. Hal ini terjadi barangkali karena Ia sebelumnya telah menjadi ketua Bagian Sekolah. Entitas inilah yang dalam perkembangan kemudian menjadi Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah.

Kiai Hisyam berusaha memodernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah. Hal itu agar selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai oleh sekolah-sekolah bentukan pemerintah kolonial Belanda pada masa itu.

Sebab, Muhammadiyah mampu mendirikan sekolah yang bermutu sama. Bahkan, para peserta didik di sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak hanya diberi pendidikan umum, tetapi juga pendidikan agama.

Pada periode kepemimpinan Kiai Hisyam, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga tahun yang disebut Sekolah Desa atau Volkschool.

Dibuka juga sekolah lanjutannya, yakni Vervolgschool Muhammadiyah. Kedua sekolah tersebut dalam perkembangan kemudian menjadi setara dengan lembaga-lembaga yang didirikan Belanda. Misal, Standaardschool dengan masa studi enam tahun.

Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandse School met de Qur’an. Ini agaknya menjadi upaya Persyarikatan untuk menyaingi Hollands Inlandse School met de Bijbel yang didirikan oleh kalangan Katolik. Di sekolah-sekolah bentukan Muhammadiyah, bahasa Belanda dipakai sebagai salah satu bahasa pengantar.

Usaha pengembangan pendidikan ini menunjukkan kemajuan luar biasa. Pada akhir 1932, Muhammadiyah telah memiliki 103 volkschool, 47 standaardschool, 69 Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan 25 schakelschool. Yang terakhir itu adalah sekolah dengan masa belajar selama lima tahun. Lulusannya dapat lanjut ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) setingkat dengan SMP sekarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement