REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Linimasa media sosial diramaikan oleh video seorang pria yang dinarasikan sebagai pengusaha, sedang memaksa seorang siswa bersujud dan mengonggong seperti anjing. Pengusaha itu memaksa siswa tersebut menggonggong sebagai bentuk pembalasan setelah anaknya diejek di sekolah.
Peristiwa itu memantik reaksi publik. Banyak yang mengecam aksi pengusaha tersebut.
Terlepas dari kasus itu, Islam memberikan penjelasan soal sujud kepada selain Allah. Guru Besar Ilmu Fiqih Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr KH Ahmad Zahro MA, menegaskan bahwa sujud kepada manusia tidak boleh. Hal itu ia ungkapkan dalam tausiyah di akun youtube Azahro Official yang diunggah empat tahun lalu dan dikutip Republika, Selasa (12/11/2024).
"Gak boleh sujud kepada manusia, gak boleh," ujar Kiai Ahmad Zahro dalam tausiyahnya.
Menurut Kiai Ahmad Zahro, hanya Allah yang pernah menyuruh makhluknya untuk sujud kepada Nabi Adam. Namun, itu pun menurut para ulama adalah sujud dalam bentuk penghormatan, bukan penyembahan.
"Allah Maha Tahu yang berhak di sembah adalah Allah," ujar Kiai Ahmad Zahro.
Kiai Ahmad Zahro mengutip sebuah hadits:
“Seandainya aku akan memerintahkan seseorang sujud kepada seorang niscaya aku perintahkan istri sujud kepada suaminya,” (HR Tirmidzi).
"Itu sekiranya, pada orang tua pun gak boleh kalau ekspresinya sujud. Tapi kalau menghormati wajib," ujar Kiai Ahmad Zahro.
Sementara, terkait dengan hadits Nabi soal sujud istri kepada suaminya, hal itu meski dipahami dengan latar belakang hadits tersebut. Prof Quraish Shihab,
dalam bukunya berjudul Islam yang Disalahpahami, maksud Rasulullah bukanlah seperti itu saat mengucapkannya.
Untuk memahami maksud dengan baik dari suatu hadits, kata dia diperlukan pengetahuan tentang konteks atau yang diistilahkan ulama hadits, yaitu asbâb al-wurûd. Selain perlu memahami kosakata yang digunakan Rasulullah, perlu juga dilihat bagaimana secara umum tuntunan Islam menyangkut tema yang berkaitan dengan kandungan uraian hadits.
Prof Quraish Shihab menjelaskan dari sisi asbâb al-wurûd (konteks) hadits tersebut diriwayatkan bahwa sahabat Rasulullah, Mu’adz bin Jabal r.a. saat kembali dari Syam dan menghadap beliau, sang sahabat bersujud kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apa ini wahai Mu’adz?”. Lalu Mu’adz menjawab, “Aku baru saja kembali dari Syam dan aku melihat mereka sujud kepada para rahib dan pendeta-pendetanya. Maka aku pun ingin melakukannya untukmu.” Di sinilah Rasulullah melarang untuk melakukan hal serupa sambil berkata, “Janganlah lakukan itu. Kalau seandainya aku memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan istri sujud kepada suaminya,” (HR Tirmidzi).
Dari konteks tersebut terlihat alasan pengucapan Rasulullah yang intinya adalah keinginan seorang sahabat beliau untuk sujud sebagai bentuk penghormatan. Namun, beliau melarangnya sambil menekankan tidak ada yang boleh sujud kepada manusia, siapa pun dia dan kendati dia menganugerahkan banyak persembahan.
Sementara dari segi redaksi, terbaca Rasulullah menggunakan kata law yang dalam bahasa Arab digunakan untuk makna perandaian yang mustahil terjadi. Sehingga ini bermakna bahwa sejak awal Rasulullah telah memustahilkan melakukan perintah itu. Beliau dari awal enggan memerintahkan seseorang, siapa pun dia untuk sujud kepada siapa pun selain Allah.