REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China Xi Jinping bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi pada sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-16 BRICS di Kazan, Rusia untuk membicarakan masalah Timur Tengah.
"Presiden Xi Jinping menyampaikan bahwa China sangat khawatir tentang situasi di Timur Tengah saat ini. Masalah Palestina adalah inti dari masalah Timur Tengah," demikian termuat dalam laman Kementerian Luar Negeri China yang diakses Antara dari Beijing pada Kamis.
Pertemuan antara Presiden Xi dan Presiden el-Sisi terjadi pada Rabu (23/10) malam.
"Prioritas utama saat ini adalah untuk sepenuhnya dan secara efektif menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB serta menghentikan perang di Gaza sesegera mungkin. Hanya dengan menerapkan solusi dua negara kita dapat mendorong penyelesaian konflik secara komprehensif, adil dan berkelanjutan atas masalah Palestina," kata Xi.
Xi mengatakan China mengapresiasi upaya Mesir untuk mempromosikan gencatan senjata dan siap untuk memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan Mesir untuk bersama-sama menghentikan konflik Palestina-Israel sesegera mungkin dan meredakan situasi regional.
Selain itu, Xi mengucapkan selamat dan menyambut baik partisipasi Mesir dalam KTT ke-16 BRICS sebagai anggota penuh untuk pertama kalinya.
"China dengan tegas mendukung Mesir dalam menjaga kedaulatan nasional, keamanan, dan kepentingan ekonominya, dan bersedia bekerja sama dengan Mesir sebagai teman dan mitra untuk pembangunan bersama," ungkap Xi.
Kedua pemimpin sepakat untuk terus mendukung satu sama lain, mengonsolidasikan rasa saling percaya dalam politik, memperdalam kerja sama praktis, membangun kerja sama "Belt and Road" yang berkualitas tinggi, memperkuat pertukaran antar-masyarakat dan budaya serta mempromosikan hubungan bilateral menuju komunitas China-Mesir dengan masa depan bersama dalam era baru.
"China juga siap untuk memperkuat koordinasi dengan Mesir dalam mempromosikan pengembangan kerja sama BRICS yang stabil dan jangka panjang, lebih meningkatkan pengaruh dan suara 'Global South' dan melindungi kepentingan bersama negara-negara berkembang," tambah Xi.
Sementara Presiden el-Sisi mengatakan bahwa selama 10 tahun terakhir sejak pembentukan kemitraan strategis komprehensif Mesir-China, kedua negara telah mencapai hasil yang bermanfaat dalam kerja sama di berbagai bidang.
"China adalah teman paling tulus Mesir dan negara-negara Afrika lain. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada China atas segala bantuan berharga yang telah diberikannya kepada Mesir," kata el-Sisi.
Mesir, ungkap Presiden el-Sisi, dengan tegas berpegang pada prinsip "Satu China" dan sepenuhnya memahami masalah Taiwan adalah hal yang penting bagi China.
"Mesir bersedia memperdalam penyatuan antara strategi pembangunan dalam negeri dan strategi 'Belt and Road Initiative' serta lebih memperkuat kerja sama praktis antara kedua negara di berbagai bidang. Kami juga berterima kasih kepada China karena telah mendukung Mesir masuk secara resmi ke kerja sama BRICS," ungkap el-Sisi.
Presiden el-Sisi juga menambahkan bahwa Mesir bersedia bekerja sama dengan China untuk bersama-sama menjaga negara-negara berkembang dan "Global South" serta mempromosikan pembangunan sistem tata kelola global yang lebih adil dan rasional.
Dalam pertemuan itu hadir juga Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan Kepala Staf Kepresidenan China Cai Qi.
BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brazil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.
Blok ini sekarang telah diperluas untuk mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab yang bergabung pada Desember 2023, namun kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS.
Dalam KTT ke-16 BRICS di Kazan, hadir para pemimpin negara-negara anggota yaitu Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai tuan rumah, Presiden China Xi Jinping, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, Perdana Menteri Mesir Narendra Modi, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan Menteri Luar Negeri Brazil Mauro Luiz Iecker Vieira mewakili Presiden Brazil Lula da Silva yang tidak bisa hadir karena mengalami insiden di rumahnya beberapa hari lalu.