Kamis 17 Oct 2024 05:25 WIB

Pakar PBB Desak Israel Izinkan Petani Palestina Panen Buah Zaitun

Petani Palestina di Tepi Barat bergantung pada Zaitun.

Pasukan Israel melancarkan operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat, pada 3 September 2024. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 33 warga Palestina telah tewas sejak operasi militer Israel dimulai pada 28 Agustus 2024 di kota-kota Tepi Barat, yakni Tulkarem, Jenin, Hebron, dan Tubas.
Foto: EPA
Pasukan Israel melancarkan operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat, pada 3 September 2024. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 33 warga Palestina telah tewas sejak operasi militer Israel dimulai pada 28 Agustus 2024 di kota-kota Tepi Barat, yakni Tulkarem, Jenin, Hebron, dan Tubas.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Para ahli PBB pada Rabu (16/10) mendesak Israel untuk menghentikan serangan terhadap petani Palestina oleh pemukim ilegal Israel, yang juga mengancam panen zaitun mereka.

Dalam sebuah pernyataan, para ahli menekankan bahwa petani Palestina di Tepi Barat yang dijajah Israel, yang sangat bergantung pada panen zaitun untuk mata pencaharian mereka, sedang menghadapi "musim panen zaitun paling berbahaya" yang pernah ada. Praktik Israel yang terus berlangsung juga mengancam kedaulatan pangan keluarga Palestina dan merupakan "serangan lain terhadap penentuan nasib sendiri Palestina."

Baca Juga

"Pada tahun 2023, panen dirusak oleh peningkatan tajam pembatasan pergerakan dan kekerasan oleh pasukan dan pemukim Israel," kata para ahli.

"Tahun lalu, orang-orang Palestina di Tepi Barat yang dijajah, termasuk Yerusalem Timur, menghadapi tingkat kekerasan pemukim Israel tertinggi, termasuk pemukim yang menyerang warga Palestina secara fisik, membakar atau merusak properti dan tanaman mereka, mencuri ternak, mencegah mereka mengakses tanah, air, dan area penggembalaan, menyebabkan rekor jumlah orang Palestina yang terpaksa mengungsi setelah dipaksa meninggalkan rumah dan tanah mereka."

"Tahun lalu, Israel juga menyita lebih banyak tanah Palestina dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam 30 tahun terakhir," tambah mereka.

Para ahli menyatakan bahwa pembatasan panen zaitun, penghancuran kebun, dan larangan akses ke sumber air adalah "upaya Israel untuk memperluas pemukiman ilegal."

Pada 2023, lebih dari 96.000 dunum lahan yang ditanami zaitun di seluruh Tepi Barat yang dijajah tidak dapat dipanen karena pembatasan dari Pemerintah Israel, yang menyebabkan kerugian 1.200 ton minyak zaitun senilai 10 juta dolar AS (sekitar Rp15,6 miliar), menurut mereka.

"Situasi ini diperkirakan akan memburuk karena pihak berwenang Israel semakin sering mencabut atau gagal menerbitkan izin 'koordinasi sebelumnya', yang diperlukan bagi petani untuk mengakses tanah mereka di beberapa wilayah," para ahli memperingatkan. "Selama musim 2023, hampir semua persetujuan ini dibatalkan, dan gerbang pertanian di sepanjang Pembatas Tepi Barat sebagian besar ditutup, yang semakin menghalangi akses."

Mereka mendesak pasukan Israel untuk tidak mengganggu panen zaitun tahun ini.

"Israel, berdasarkan kewajiban hukum internasional, harus segera mengakhiri penjajahan tanah Palestina, yang berarti pencaplokan termasuk melalui segregasi rasial dan apartheid, serta menghentikan semua aktivitas pemukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim dari wilayah Palestina yang dijajah."

"Israel juga berkewajiban untuk memberikan ganti rugi penuh atas kerusakan yang disebabkan oleh pelanggaran hak asasi manusia, termasuk dengan mengembalikan tanah dan mengizinkan orang Palestina yang terlantar untuk kembali ke rumah mereka," tambah mereka. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement