REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah ini terjadi pada era Sultan Murad II. Dia merupakan ayahanda dari Sultan Mahmud al-Fatih, sosok yang memimpin penaklukan kaum Muslimin atas Konstantinopel (kini Istanbul). Ayah dan anak itu terkenal sebagai pemimpin yang taat kepada agama dan amat peduli pada rakyat.
Sultan Murad II memiliki kebiasaan yang baik, yakni menyamar sebagai orang biasa. Dengan begitu, dia dapat berjalan-jalan ke luar istana serta mengetahui keadaan rakyat jelata. Biasanya, dia melakukan hal itu dengan diiringi dua penasihatnya, yang juga berpakaian orang biasa.
Suatu malam, Sultan Murad II dan dua penasihatnya melakukan kebiasaan itu. Mereka pun menyusuri jalan-jalan untuk melihat langsung kondisi kaum Muslimin.
Tiba-tiba, seorang yang membawa banyak botol minuman keras lewat di depan mereka. Saat itulah, pria tadi terpeleset dan kemudian meregang nyawa.
Sultan terkejut karena melihat seseorang meninggal dunia di depannya. Yang lebih mengherankannya, tidak ada satu pun masyarakat yang menolong pria itu. Bahkan, setelah dia dipastikan tidak lagi bernyawa.
"Wahai kaum Muslimin, bukankah pria ini seorang Muslim? Mengapa kalian tidak peduli?" seru Sultan Murad II kepada orang-orang yang berlalu lalang. Mereka tentunya tidak tahu, yang berkata itu adalah pemimpin negara.
Tiga kali berturut-turut Sultan Murad II mengimbau masyarakat, tetapi tidak ada yang menanggapi. Semuanya tampak tidak peduli. Bahkan, ada yang mencibir almarhum.