REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat (11/10) mengecam serangan Israel terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL).
“Benar-benar tidak dapat diterima melihat pasukan UNIFIL sengaja menjadi sasaran pasukan militer Israel. Kami mengutuknya, kami tidak menoleransinya, dan kami tidak akan menoleransi berulangnya hal itu," kata Macron dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan puncak Med9—aliansi sembilan negara Uni Eropa di Mediterania.
Pada Jumat pagi, pasukan Israel menembaki sebuah pos pengamatan UNIFIL di markas besarnya di Naqoura, Lebanon selatan.
Serangan itu melukai dua pasukan penjaga perdamaian dari kontingen Sri Lanka, kata kantor berita nasional milik pemerintah Lebanon.
Dua pasukan penjaga perdamaian juga terluka dalam serangan serupa pada Kamis (10/10).
Macron juga memperbarui seruan untuk gencatan senjata di Gaza dan Lebanon, yang disebutnya sangat diperlukan.
Ia juga menegaskan perlunya menghentikan pasokan senjata ke zona konflik.
"Ini bukan seruan untuk melucuti senjata Israel, tetapi seruan untuk menghentikan semua destabilisasi tambahan di bagian dunia ini," ujarnya.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez juga menyebut serangan Israel tidak dapat diterima, dan menyerukan gencatan senjata di kawasan Timur Tengah.
Menurut dia, EU harus tegas menuntut gencatan senjata, dalam pertemuan dewan organisasi itu berikutnya.
Sanchez turut mendukung seruan Macron untuk menangguhkan pengiriman senjata ke zona konflik.
Sementara itu, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis menekankan perlunya negara-negara EU memastikan agar Lebanon tidak menjadi "Gaza baru".
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni juga mengutuk serangan Israel terhadap UNIFIL.
Sependapat dengan sesama negara Mediterania lainnya, Perdana Menteri Malta Robert Abela menyoroti kewajiban moral untuk mengadvokasi solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian dan rekonstruksi yang langgeng.
Ia menegaskan komitmen Malta untuk mempromosikan diplomasi dan mendesak masyarakat internasional untuk mengambil tindakan konkret atas berbagai konflik di Timur Tengah saat ini.
Israel telah melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon untuk menargetkan kelompok Hizbullah.
Serangan Israel yang berlangsung sejak 23 September lalu telah menewaskan sedikitnya 1.351 korban, melukai lebih dari 3.800 orang lainnya, dan memaksa lebih dari 1,2 juta orang mengungsi.
Serangan udara tersebut merupakan eskalasi dari perang lintas batas selama setahun antara Israel dan Hizbullah sejak dimulainya serangannya di Jalur Gaza, di mana Israel telah menewaskan lebih dari 42.100 korban, sejak serangan kelompok Hamas Palestina tahun lalu.
Meskipun ada peringatan internasional bahwa Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan gencar Israel terhadap Gaza dan Lebanon, Israel justru semakin memperluas konflik dengan meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober 2024.