Jumat 11 Oct 2024 10:35 WIB

Mengantisipasi Bahaya Laten Pasca Pembubaran JI

Ada sejumlah perubahan pemikiran diantara anggota senior JI.

Seminar tentang Jamaah Islamiyah di UIN Ciputat, Jakarta, Kamis 10 Oktober 2024
Foto:

Dalam pemaparannya, Fuad Junaidi menyampaikan sejumlah perubahan pemikiran yang ada di antara anggota senior JI. “Salah satu yang berubah adalah perubahan konsep organisasi dari Jamaatul Muslimin menjadi Jamaah Min Ba’dhil Muslimin. Perubahan ini berdampak pada pengakuan JI sebagai satu dari banyak komunitas Muslim. Dulu kami meyakini hanya JI yang Islam. Tetapi sekarang kami merasa hanya bagian kecil dari banyak komunitas Muslim mayoritas seperti NU dan Muhammadiyah. Kami mengakui ada banyak komunitas Muslim lain di luar JI.”

Fuad Junaidi melanjutkan, pemahaman terhadap negara yang tadinya hanya negara kafir dan negara Islam, berubah menjadi negara kafir, negara Islam dan Darul Ahdi wa Syahadah. "Indonesia termasuk yang ketiga. Tidak kafir, dan tidak pula Islam secara sepenuhnya. Di sini kami menerima Indonesia.”

Ibnu Sahroji menyajikan pentingnya keterlibatan generasi muda melawan narasi kekerasan dengan mengembangkan dan menyebarkan narasi alternatif. Terutama di era digital.

Rahmat Hidayatullah menjelaskan kerangka teoretik Islamisme. “Islamisme merupakan sebutan untuk ideologi dan gerakan yang menginginkan berdirinya negara Islam. Dengan demikian, Islamisme bukan Islam itu sendiri.”

Rahmat menegaskan bahwa Islamisme tidak monolitik. “Ada banyak varian Islamisme, dari yang lentur dan menempuh strategi damai-gradual hingga yang menempuh strategi kekerasan dan bom bunih diri. JI merupakan varian Islamis Jihadis pro kekerasan yang terbentuk dari hasil penggabungan unsur lokal dan global.”

Rahmat menambahkan, ada beberapa kemungkinan orientasi ideologis dan arah gerakan JI pasca pembubaran. Dari Islamisme Jihadis berubah menjadi Islamisme politik non kekerasan, atau bertansfomasi menjadi Islamis misionaris yang berfokus pada agenda dakwah, atau menjadi Islamisme populer dan kultural. Setiap pilihan, negara harus menyiapkan skenario kebijakan dan program yang berbeda.

Menurut Noor Huda Ismail, pasca pembubaran, JI akan menjadi ideologi yang bergerak tanpa wadah. “Penanganan terhadap mereka pasca pembubaran harus beragam, perlu memperhatikan aspek ideologi, psikologi dan geopolitik. Pembuatan roadmap penanganan juga harus memerhatikan perkembangan geopolitik,” lanjut Huda.

M. Syauqillah memandang pentingnya roadmap penanganan yang terpadu dan berkelanjutan untuk menyambut situasi pasca pembubaran. Implementasi roadmap ini harus melibatkan banyak stakeholder, tidak bisa jika hanya diserahkan ke satu institusi tertentu saja.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement