Rabu 09 Oct 2024 04:27 WIB

Kapan Tawassul Dilarang dan Diperbolehkan? Ini Penjelasannya

Ulama sepakat bertawassul kepada Nabi Muhammad SAW diperbolehkan.

Rep: Mgrol153/ Red: A.Syalaby Ichsan
Penampakan makam di Pemakaman Baqi, Kota Madinah, Sabtu (8/6/2024). Jamaah yang datang ke komplek pemakaman keluarga Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam tersebut diizinkan untuk berziarah dengan cara melintasi dan dilarang untuk berhenti. Di komplek Pemakaman Baqi dikebumikan sejumlah keluarga Rasulullah dan para sahabat. Di antaranya Sayyidah Aisyah, Fatimah, Ali bin Abu Thalib, dan sahabat mulia Utsman bin Affan.
Foto: Karta/Republika
Penampakan makam di Pemakaman Baqi, Kota Madinah, Sabtu (8/6/2024). Jamaah yang datang ke komplek pemakaman keluarga Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam tersebut diizinkan untuk berziarah dengan cara melintasi dan dilarang untuk berhenti. Di komplek Pemakaman Baqi dikebumikan sejumlah keluarga Rasulullah dan para sahabat. Di antaranya Sayyidah Aisyah, Fatimah, Ali bin Abu Thalib, dan sahabat mulia Utsman bin Affan.

REPUBLIKA.CO.ID, Tawassul merupakan sebuah praktik ibadah dalam Islam yang berasal dari bahasa Arab, memiliki makna mendekat dengan menggunakan perantara.

Melalui doa dan ibadah, seorang muslim menggunakan nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, amal saleh, atau makhluk-makhluk yang memiliki kedudukan mulia di sisi-Nya, dengan tujuan utama mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Baca Juga

Fenomena tawassul menjadi topik yang sering dibahas dalam kehidupan keagamaan umat Islam seperti yang di jelaskan dalam Buku Pro Kontra Tawasulan Karya Isnan Ansory, LC.Mag.

Dalam praktik tawassul, meski melibatkan perantara, doa tetap ditujukan kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang berhak mengabulkan segala permohonan.

Dari Abu Hurairah ra: Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ و َسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي. (رواه مسلم‎)‎

‎‎“Allah ‘azza wajalla berfirman: ‘Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-ku, Aku akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku.” (HR. Muslim)

Isnan Ansory menjelaskan “Perantara tidak dianggap memiliki kekuatan independen, karena keyakinan semacam itu bisa dikategorikan sebagai syirik.”Ujarnya

Tawassul dapat dilakukan melalui amal saleh atau menggunakan kemuliaan makhluk, seperti Nabi Muhammad SAW atau orang-orang saleh. Tawassul melalui amal saleh diakui oleh para ulama sebagai bagian dari syariat, namun penggunaan kemuliaan makhluk sebagai perantara masih menimbulkan perbedaan pandangan. Beberapa ulama membolehkan, sementara yang lainnya mengharamkan, meski perdebatan ini dianggap bukan masalah prinsipil dalam akidah.

Hukum tawassul terbagi dalam tiga kategori, yaitu: “tawassul yang disepakati sebagai bagian dari syariat, tawassul yang diharamkan, dan tawassul yang menjadi perdebatan di kalangan ulama.”  

Pembagian ini mencerminkan adanya kesepakatan dalam beberapa aspek tawassul, tetapi juga menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang kompleks dalam aspek-aspek lainnya.

Para ulama sepakat bahwa menggunakan Asmaul Husna (nama-nama Allah), amal saleh, dan iman sebagai perantara dalam doa merupakan sunnah yang dianjurkan. Selain itu, permohonan doa melalui orang yang masih hidup juga dianggap sebagai bentuk tawassul yang diperbolehkan.

Dalam Islam, tawassul yang dilarang adalah bentuk penyembahan kepada selain Allah SWT. Surah Az-Zumar ayat 3 secara tegas “Mengecam argumen para penyembah berhala yang mengklaim menggunakan berhala sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah SWT menegaskan bahwa ibadah harus ditujukan langsung kepada-Nya tanpa perantara yang dianggap sebagai sekutu.”

Penggunaan kemuliaan makhluk seperti Nabi Muhammad SAW atau orang-orang saleh sebagai perantara dalam doa, meskipun sudah menjadi tradisi di kalangan umat Islam, menimbulkan perdebatan di antara ulama. Praktik ini sering terlihat dalam kegiatan keagamaan seperti pengajian, doa bersama, dan majelis ilmu.

Ulama sepakat bahwa bertawassul kepada Nabi Muhammad SAW diperbolehkan, terutama dalam konteks cinta dan keimanan kepada risalahnya. Namun, perdebatan terjadi ketika tawassul dilakukan dengan ungkapan “Bi Haqq Muhammad” atau menggunakan sosok lain sebagai perantara dalam doa. Perbedaan ini menimbulkan diskusi panjang di kalangan ulama.

Mazhab dalam Islam memiliki pandangan yang berbeda terkait tawassul. 

A. Mazhab pertama mengizinkan tawassul dengan kemuliaan Nabi Muhammad SAW dan orang-orang saleh, baik yang hidup maupun yang sudah wafat. 

B. Mazhab kedua membatasi tawassul hanya pada kemuliaan Nabi. 

C. Mazhab ketiga menganggap tawassul kepada selain nama dan sifat Allah adalah makruh, dan mazhab keempat menolaknya secara mutlak.

Ulama yang membolehkan tawassul kepada Nabi Muhammad SAW berpegang pada dalil-dalil yang dianggap kuat, dan menganggap bahwa praktik tersebut mencapai ijma’ sebelum muncul perbedaan pendapat. Mereka menekankan bahwa meskipun ada perantara, doa tetap diarahkan kepada Allah SWT sebagai Zat yang mengabulkan doa, membedakannya dengan perbuatan musyrik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement