REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak abad ketujuh Masehi, Kufah merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Inilah kota bersejarah di Irak yang dibangun pada masa ekspansi pertama Islam ke luar Semenanjung Arab.
Kufah sempat memegang peranan penting pada masa pemerintahan Khulafa ar-Rasyidin. Khalifah Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke kota ini. Selain itu, Kufah pun sempat menjadi pusat aktivitas intelektual umat Islam. Di sana telah lahir banyak ulama dan ilmuwan Muslim terkemuka.
Kota yang terletak 10 km di timur laut kota Najaf itu tergolong kota tua. Awalnya, wilayah itu dihuni bangsa Mesopotamia. Ketika Kerajaan Sasaniyah (Sassanid) berkuasa, Kufah merupakan bagian dari Provinsi Suristan. Umat Islam berhasil membebaskan Kufah pada 637, yakni era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.
Bendera Islam mulai berkibar di Kufah ketika pasukan tentara Muslim yang dipimpin panglimanya Sa'ad bin Abi Waqqas berhasil mengalahkan kerajaan Romawi dan Bizantium dalam Perang Yarmuk pada 636 M. Setahun kemudian, Irak jatuh ke tangan tentara Muslim. Kota pertama yang dibangun tentara Muslim adalah Kufah dan Basra.
Awalnya, Kufah hanyalah kota yang menjadi barak-barak militer Islam. Kota itu menjadi pilihan lantaran bangsa Arab lebih suka tinggal di padang pasir terbuka. Sebab, mereka sangat suka menggembala ternak. Wilayah yang berada di tepi barat Sungai Eufrat itu pun menjadi pilihan sebagai tempat bermukim.
Atas persetujuan Khalifah Umar bin Khattab, Sa'ad pun memindahkan pusat kekuasaan Islam di Persia ke Kufah pada awal 638 M. Di kota itu, Sa'ad yang termasuk salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang pertama masuk Islam akhirnya membangun kota Kufah. Gedung pemerintahan dan masjid dibangun dengan gaya arsitektur Persia.
Setelah Kufah tumbuh dan berkembang, para sahabat Rasul banyak hijrah dan bermukim di kota itu. Beberapa sahabat Rasulullah yang bermukim di Kufah. Mereka itu antara lain: Ibnu Abu Waqqas, Abu Musa, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Mas'ud, Salman, Ammar ibnu Yasir, serta Huzayfa ibnu Yaman. Dalam perkembangan selanjutnya, Kufah menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dan dakwah.
Pada era itu, Kufah juga menjadi pusat penafsiran Alquran. Salah seorang tokohnya adalah Abdullah bin Mas'ud, yang mengajarkan tafsir serta hadits kepada masyarakat di Kufah. Pada abad kesembilan, di kota itu Yahya Ibnu Abd Al-Hamid Al-Himmani mengumpulkan hadits ke dalam sebuah musnad. Saat Kekhalifahan Umayyah berkuasa, Kufah bersaing dengan kota Damaskus yang menjadi pusat pemerintahan dinasti itu.
Setelah Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, Kufah tak menjadi pusat pemerintahan. Penguasa Abbasiyah lebih memilih membangun kota Baghdad. Alasannya, di Kufah justru mulai muncul bibit-bibit penentang Abbasiyah.