REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan seksual suami istri merupakan salah satu kenikmatan yang dihalalkan dalam pernikahan. Meski bukanlah satu-satunya tujuan pernikahan, umat Islam perlu mengetahui fungsi serta faedah berhubungan intim dalam Islam.
Endy Estiwara dalam buku Fikih Kedokteran Kontemporer menjelaskan, berhubungan intim secara halal memiliki banyak manfaat. Syekh Abdullah al-Bassam berpendapat, hubungan intim dapat menciptakan kesenangan dan kenikmatan yang diberikan Allah kepada laki-laki dan perempuan.
Hubungan intim dalam pernikahan pun menjadi pencegah bagi kemaluan seseorang terjatuh dalam perbuatan zina. Maka dijelaskan, hubungan intim dalam pernikahan itu sejatinya adalah medium untuk menundukkan pandangan, dan memelihara diri menjauhi perbuatan-perbuatan haram.
Setiap anggota tubuh dan indra manusia memiliki zina, yang mana kesemuanya dapat dibuktikan atau didustakan oleh kemaluan. Untuk itu sudah jelas kiranya, manfaat dan faedah berhubungan intim dalam rumah tangga sebagaimana yang ditekankan dalam syariat.
Selanjutnya, hubungan intim antara suami dengan istri juga merupakan metode alami yang dipersiapkan dan ditujukkan oleh Allah untuk tujuan regenerasi, pemeliharaan ras manusia, dan pemakmuran bumi. Ia sesuai dengan watak manusia dan kesenangan insani guna merealisasikan tun tutan psikologis serta insting alami. Karena itu, apapun yang menyimpang darinya, maka berbenturan dengan watak tersebut.
Syekh Abdullah pun menjelaskan, hubungan intim dalam rumah tangga dapat menjadi sarana yang paling efektif dalam memelihara keberlangsungan mahligai rumah tangga. Tidak diragukan bahwa tersingkapnya aurat bagi selain suami-istri itu hukumnya haram, dapat menyebabkan keretakan dalam rumah tangga juga haram.
Allah SWT sangat keras dalam menjaga nasab (keturunan) dan melaknat orang yang menghubung kan nasab kepada selain ayahnya. Islam pun melarang pria mengaliri 'ladang' milik pria lain dengan cairan spermanya.
Hubungan intim antara suami-istri juga dapat diartikan sebagai ekspresi cinta yang aktif dan bersifat mutual dari keduanya. Ia merupakan indikasi praktis tentang kecenderungan dan orientasi jiwa antara yang satu dengan yang lain. Makna inilah yang digunakan para ulama untuk menafsirkan firman Allah dalam Alquran surah An-Nisa ayat 129.
Allah berfirman: Wa lan tastathi'uu an ta'diluu baina an-nisaa-I walaw harashtum falaa tamiluu kullal-maili fatadzaruha kalmuallaqati, wa in tushlihu wa tattaqu fainnallaha kaana ghafuran rahima. Yang artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istriistrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.
Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cinta), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Lapar seksual menurut ilmu medis