Rabu 28 Aug 2024 20:38 WIB

Ibadah Haji Lahirkan Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Penjajahan di Nusantara

Ibadah haji bukan hanya persoalan ritual kewajiban agama Islam.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Kapal yang membawa jamaah haji berangkat ke Makkah pada tempo dulu.
Foto:

Misalnya, Syekh Yusuf Al-Makassary (Makassar) dan Syekh Abdul Rauf Al-Sinkili (Singkel, Aceh), merupakan ulama yang malang melintang menuntut ilmu di Haramain pada abad ke-17. 

Syekh Abdul Shamad Al-Palimbani (Palembang), Syekh Nafis Al-Banjari (Banjar, Kalimantan Selatan), Syekh Arsyad Al-Banjari (Banjar, Kalimantan Selatan) merupakan ulama tasawuf Tarekat Samaniyah yang berpengaruh pada abad ke-18. 

Dikenal juga nama-nama seperti Syekh Nurudin Al-Raniri (Aceh), Syekh Abdul Rahman Al Masry Al Batawi (Jakarta), Syekh Khatib Sambas (Kalimantan) dan lain-lainnya. 

Pada abad ke-19, ulama asal Nusantara bukan hanya belajar bahkan menjadi guru para ulama di Makkah seperti Syekh Nawawi Al-Bantani dari Tanara Banten yang menjadi imam Masjid Al-Haram di Makkah dan menjadi ulama besar yang dihormati karena karya-karyanya yang terkenal di dunia Islam termasuk di Indonesia. 

Ulama besar lainnya, Mahfudz Termas dan Ahmad Khatib Minangkabau. Ulama-ulama ini selain mengajar di Makkah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, juga mengilhami gerakan agama di Indonesia dan mendidik banyak ulama Nusantara yang kemudian berperan penting di Tanah Air. 

Para ulama setelah belajar di Tanah Suci, kembali pulang ke bumi Nusantara. Mereka menjadi ulama terkenal di Nusantara dan mengajarkan ilmu agama Islam pada murid-muridnya, mendirikan pesantren dan menjadi tokoh penting di masyarakatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement