REPUBLIKA.CO.ID, Mata Ernita Susanti (37 tahun) memicing. Dia sedang fokus membidik target sejauh 70 meter. Beberapa kali anak panahnya mengenai sasaran. Tidak sedikit yang meleset. Ernita mengincar target huruf mim alias mumtaz yang mempunyai poin tujuh. Di luar mim, ada tiga lingkaran yang mengitarinya. Masing-masing mempunyai poin berbeda, yakni lima, tiga hingga satu. Jika target tidak terkena sempurna, nilainya nol.
Di lapangan hijau di Jalan Bojong Sari, Rawa Kalong, Tangerang Selatan, ada beberapa keluarga lain yang berlatih panah. Mereka tergabung dalam Komunitas Panahanan Berkuda Indonesia (KPBI). Pada umumnya, komunitas yang dibentuk pada 2015 ini berbasis keluarga dengan ayah, ibu, dan anak-anaknya. Pada masa istirahat, mereka asyik bercengkerama. Beragam kudapan yang dibawa para keluarga tersebut menjadi teman berbincang yang asyik ketika hari mulai siang.
BACA JUGA: Niat Sholat 5 Waktu untuk Makmum dan Imam
Sabtu itu, Ernita dan para anggota KPBI sedang melakukan latihan rutin. Khusus buat Ernita, dia memang sedang menyiapkan diri untuk menjadi peserta festival panahan di Turki, Conquest Cup, Fetih Kupasi 2018 pada 24-28 Mei. Kejuaraan yang mengombinasikan antara panahan tradiisonal dan panahan modern ini akan dihelat di Istanbul, Turki. Ernita menjadi calon peserta perempuan satu-satunya dari Indonesia yang mewakili panahan tradisional. Dia berangkat bersama empat peserta pria yang juga merupakan pemanah tradisional.
Lima meter dari Ernita, anak berusia 11 tahun tak kalah serius membidik target. Arsa Wening, anak itu, berhasil membuat gruping pada jarak yang lebih pendek, yakni 20 meter. Arsa merupakan anak kedua Ernita. Namanya sudah bertengger sebagai juara satu kompetisi panahan tradi sio nal nasional. Arsapun sudah mengikuti beragam lomba panahan tradisional. Turkoglu Avasim Anatolia di Turki (peringkat 33 dari 108 anak), hingga International Traditional Archery Festival 2018 di Malaysia (peringkat 33 dari 108 anak).
Arsa belajar memanah sejak berusia 9 tahun. Siswa kelas 6 SDIT as- Salamah Pamulang, Tangerang Selatan, ini hampir setiap hari berlatih panah di rumahnya di Rawa Kalong, Pamulang. Pada awalnya, Arsa di per kenalkan ayahnya, busur berbahan plastik sebagai sarana latihan. Busur tersebut digunakan agar anak terhindar dari cedera. Setelah cukup menguasai busur, Arsa diberikan busur buatan Turki.
Busur panahan tradisional dari Turki itu berasal dari bahan fiber dan kayu. Bentuk busur serupa huruf C. Dia memiliki tiga bagian. Siyah (un tuk mengaitkan tali busur), Dustar (bagian tengah atau gagang inti bu sur), dan gagang yang dilem jadi satu. Rerata busur yang digunakan para pemanah tradisional di Komunitas Pemanah Berkuda Indonesia (KPBI) memiliki kekuatan berat tarikan 60 LBS. Artinya, tali busur bisa menarik beban seberat 60 pon atau sekitar 27 kilogram. Berat tarikan busur bisa di atur hingga berkisar 200 LBS. Ja rak tempuhnya bisa mencapai lebih dari 200 meter.
Busur tradisional memang berbeda dengan busur modern. Busur ini tak memiliki beragam fasilitas yang biasa ada pada busur modern, seperti stabilizer, pembidik, hingga katrol untuk compound bow. Busur tradisional benar-benar mengandalkan kekuatan panca indera manusia untuk melesatkannya.