REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara atau Indonesia, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai empat masalah pokok. Yakni, tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, waktu kedatangannya, dan bagaimana proses penyebarannya.
Sejumlah sarjana, kebanyakan asal Belanda, memegang teori bahwa asal-muasal Islam di Nusantara adalah Anak Benua India, bukannya Persia atau Arab. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, ahli dari Universitas Leiden.
Pijnappel mengaitkan asal-muasal Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar (di India). Menurut dia, orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara.
Teori ini kemudian dikembangkan Snouck Hurgronje yang berhujah, begitu Islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan di Anak Benua India, Muslim Deccan (Deccan wilayah di India) banyak di antara mereka tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara. Mereka datang ke Dunia Melayu-Indonesia sebagai para penyebar Islam pertama.
Baru kemudian Muslim Deccan disusul orang-orang Arab, kebanyakannya keturunan Nabi Muhammad SAW karena menggunakan gelar sayyid atau syarif yang menyelesaikan penyebaran Islam di Nusantara.
Orang-orang Arab ini muncul di Nusantara baik sebagai tokoh agama maupun sebagai tokoh agama-penguasa atau sulthan, demikian dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid 1 yang diterbitkan Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.
Snouck Hurgronje tidak menyebut secara eksplisit dari wilayah mana di India Selatan yang ia pandang sebagai asal Islam di Nusantara. Tetapi ia menyebut abad ke-12 sebagai periode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara.
Moquette seorang sarjana Belanda lainnya, berkesimpulan bahwa tempat asal Islam di Nusantara adalah Gujarat. Ia mendasarkan kesimpulan ini setelah mengamati bentuk batu nisan di Pasai yang terletak di kawasan utara Sumatera. Batu nisan itu khususnya yang bertanggal 17 Dzu Al-Hijjah 831 Hijriyah atau 27 September 1428 Masehi.
Batu nisan yang kelihatannya mirip dengan batu nisan lain yang ditemukan yakni nisan di makam Maulana Malik Ibrahim (wafat tahun 822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Ternyata nisannya sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat (wilayah India saat ini).
Berdasarkan contoh-contoh batu nisan ini, Moquette berkesimpulan, bahwa batu nisan di Gujarat dihasilkan bukan hanya untuk pasar lokal, tetapi juga untuk diimpor ke kawasan lain, termasuk Sumatera dan Jawa di Nusantara. Selanjutnya, dengan mengimpor batu nisan dari Gujarat, orang-orang Nusantara juga mengambil Islam dari sana.