Kamis 15 Aug 2024 09:06 WIB

Riuh BPIP dan Paskibraka, Ini Dasar Hukum Negara Jamin Hak Memakai Jilbab

Semestinya, tak ada alasan yang mendasar untuk memaksa Muslimah WNI melepas jilbab.

Seorang anggota Paskibraka Nasional 2024 asal Aceh. Perbandingan saat acara dan foto ketika masih berjilbab.
Foto: dok mpu provinsi aceh
Seorang anggota Paskibraka Nasional 2024 asal Aceh. Perbandingan saat acara dan foto ketika masih berjilbab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konstitusi menjamin kebebasan Muslimah yang warga negara Indonesia untuk berbusana sesuai dengan kepercayaan religiusnya. Hal ini seturut dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 29.

Dalam ayat pertama dan kedua beleid itu disebutkan, "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Baca Juga

Karena itu, semestinya tidak ada alasan yang mendasar untuk memaksa Muslimah WNI melepas jilbab, termasuk dalam hal acara kenegaraan. Bahkan, sudah sepantasnya institusi negara memfasilitasi hak perempuan untuk tetap menggunakan jilbabnya.

Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, lembaga-lembaga negara maupun swasta mesti menjalani amanat dari UUD 1945. Mengenakan hijab atau jilbab bagi Muslimah pun sudah dijamin dalam sistem hukum Indonesia. Maka dari itu, peraturan-peraturan yang ada juga harus menjamin wanita Islam yang ingin berbusana Muslimah agar bisa melakukannya secara leluasa.

Prof Huzaemah menambahkan, pemakaian jilbab sama sekali tidak menghambat kinerja seorang wanita Muslimah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Terlebih lagi, sudah banyak model hijab pada masa kini yang selaras dengan seragam-seragam di dunia kerja, baik di lingkup institusi negara maupun swasta.

Metode untuk mengusahakan berbusana Muslimah di lingkup sosial dapat merujuk dalil yang tertuang dalam Alquran surah al-Maidah ayat kedua. Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡبِرِّ وَالتَّقۡوٰى‌ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡاِثۡمِ وَالۡعُدۡوَانِ‌ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيۡدُ الۡعِقَابِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya."

Dalam konteks ini, negara dapat membantu warganya yang Muslimah ingin terus berhijab, sebab itu berarti mengerjakan kebajikan dan takwa. Apatah lagi, Indonesia adalah negara dengan ideologi Pancasila, yang sila pertamanya dengan tegas menyatakan, "Ketuhanan Yang Maha Esa." Artinya, ajaran agama janganlah dikesampingkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebelumnya, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) selaku koordinator penyelenggaraan program Paskibraka Nasional angkat bicara terkait polemik jilbab. Menurut Kepala BPIP Yudian Wahyudi, pihaknya memiliki seperangkat aturan yang berkaitan dengan standar pakaian, atribut, dan sikap tampang Paskibraka.

SK Kepala BPIP Nomor 35/2024 menyebutkan perihal rambut petugas Paskibraka, termasuk yang perempuan. Namun, dalam kebijakan itu tak ditemukan arahan bagi Muslimah yang ingin tetap berjilbab.

Aturan tentang pakaian, atribut dan sikap tampang, sebagaimana termuat dalam SK Kepala BPIP Nomor 35/2024 dan SE Deputi Bidang Diklat BPIP Nomor 1/2024, mesti dipatuhi seluruh petugas Paskibraka, khususnya pada saat Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan.

Di luar kedua momen itu, Paskibraka perempuan bebas berjilbab.

"Di luar acara Pengukuhan Paskibraka dan Pengibaran Sang Merah Putih pada Upacara Kenegaraan, Paskibraka Putri memiliki kebebasan penggunaan jilbab dan BPIP menghormati hak kebebasan penggunaan jilbab tersebut," ujar Yudian Wahyudi dalam keterangan pers yang diterima Republika, Rabu (14/8/2024) sore.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement